Kamis, 06 Maret 2014

Teori Komunikasi tentang Identitas


Teori Komunikasi tentang Identitas
Menurut Michael Hecht dan koleganya, dalam teori komunikasi tentang identitas tergabunglah tiga konteks budaya berikut: individu, komunal dan publik. Menerut teori ini, identitas merupakan penghubung utama antara individu dan masyarakat serta komunikasi merupakan mata rantai yang memperbolehkan hubungan ini terjadi. Tentu, identitas adalah “kode” yang mendefinisikan keanggotaan seseorang dalam komunitas yang beragam.
Identitas dibentuk ketika seseorang secara sosial berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan. Seseorang mendapatkan pandangan serta reaksi orang lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya, memperlihatkan rasa identitas dengan cara  mengekspresikan diri dan merespon orang lain.  Subjective Dimension akan identitas merupakan perasaan diri pribadi, sedangkan uscribed dimension adalah apa yang orang lain katakan tentang Anda. Dengan kata lain, identitas pribadi terdiri dari makna-makna yang dipelajari  dan apa yang didapatkan kemudian makna-makna tersebut diproyeksikan kepada orang lain kapanpun Anda berkomunikasi.
Hecht menguraikan identitas melebihi pengertian sederhana akan dimensi diri dan dimensi yang akan digambarkan.  Kedua dimensi tersebut berinteraksi dalam rangkaian empat tingkatan atau lapisan. Pertama adalah personal layer, yang terdiri dari rasa akan keberadaan diri dalam situasi sosial. Kedua adalah enactment layer atau pengeahuan orang lain tentang diri Anda berdasarkan pada apa yang Anda lakukan, apa yang Anda miliki, dan  bagaimana Anda  bertindak. Ketiga adalah  relational atau siapa diri Anda dalam kaitannya dengan individu lain. Identitas dibentuk  dalam interaksi Anda dengan mereka. Terakhir adalah communal, yang diikat pada kelompok atau budaya yang lebih besar.
Teori Negosiasi Identitas
Identitas  atau  gambaran refleksi diri, dibentuk melalui negosiasi ketika kita menyatakan, memodifikasi, atau menantang identifikasi-identifikasi diri kita atau orang lain. Identitas kebudayaan daan etnik sangat penting dipelajari dalam interaksi sosial. Identitas kebudayaan dikaitkan pada beberapa rasa keterkaitan pada kelompok kebudayaan yang lebihbesar, seperti golongan keagamaan, wilayah suatu negara,  anggota organisasi tertentu, atau bahkan kelompok sesama usia dan didefinisikan secara luas oleh jumlah afiliasi yang kita rasakan. Sedangkan identitas etnik terdiri dari gabungan  keturunan atau sejarah kelompok dari satu generasi ke generasi lainnya.
Identitas etnik dan kebudayaan ditandai oleh nilai isi (value content) yang terdiri dari macam-macam evaluasi yang dibuat berdasarkan pada kepercayaan-kepercayaan budaya. Dan juga oleh ciri khas (salience) yang merupakan kekuatan afiliasi yang kita rasakan.
Oleh karena itu, identitas dibentuk di dalam komunikasi dalam berbagai latar belakang. Ketika Anda berkomunikasi dalam kelompok kebudayaan yang sama, Anda akan mengalami pengalaman yang lebih dalam hal kejelasan, konsistensi, keakraban dan persamaan.  Anda dapat mengalami kebalikannya yang mengarahkan pada kurang stabilnya dan bahkan kemungkinan akan transformasi. Kebanyakan dari kita bekerja  melalui negosiasi identitas dalam mengembangkan suatu keseimbangan antara perbedaan tersebut.Terlalu banyak identitas etnik atau kebudayaan dapat mengarahkan kita kepada etnosentrisme.
Teori Pengelolaan Identitas
Identitas tidak terbatas pada pelaku komunikasi tetapi juga pada hubungan. Teori pengelolaan identitas yang dikembangka oleh Tadasu Todd Imahori dan William R. Cupach menunjukkan bagaimana identitas terbentuk, terjaga, dan berubah dalam hubungan.
Ketika membentuk identitas hubungan, perbedaan budaya sebenarnya terlihat jelas dan mereka akan menemukan mereka terlibat dalam komunikasi interkultural ketika mereka mempertimbangkan aspek-aspek budaya dari hubungan mereka. Dalam sebuah hubungan, hal ini terjadi ketika sepasang individu harus melewati perbedaan budaya yang menonjol. Di lain waktu, ketentuan budaya akan mengambil alih, mengharuskan adanya komunikasi interkultural, yang terjadi ketika identitas budaya yang umum mulai menonjol.
Teori pengelolaan identitas banyak menjelaskan tentang hubungan di mana perbedaan budaya sangat penting dan jelas. Di sini, negosiasi bukan hanya mengenai apa yang orang lain inginkan untuk diri mereka dan untuk hubungan itu sendiri walaupun hal ini selalu menjadi bagiannya, tetapi tentang dukungan dan atau ancaman terhadap identitas budaya itu sendiri.
Dalam konteks hubungan, ketika tipa-tiap individu menonjolkan pilihan budaya mereka masing-masing, maka akan timbul masalah seperti berikut;
Pertama, seseorang akan merasa terbatasi atau tersudutkan ke dalam bentuk budaya tertentu dan tidak diterima sebagai seseorang yang utuh dan kompleks. Kecenderungan untuk  menyederhanakan
Teori Simbol
Tanda (sign) adalah sebuah stimulus yang menandakan kehadiran dari suatu hal. Sebuah tanda berhubungan erat dengan makna dari kejadian  sebenarnya. Janur kuning dapat menjadi tanda untuk adanya pernikahan. Hubungan sederhana ini disebut pemaknaan (signification.
Sebaliknya, simbol  digunakan dengan cara yang lebih kompleks dengan membuat seseorang untuk berpikir tentang sesuatu yang terpisah dari kehadirannya. Sebuah simbol adalah “sebuah instrumen pemikiran.” Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang  suatu hal, sebuah simbol ada untuk sesuatu.
Sebuah simbol atau kumpulan simbol-simbol bekerja dengan menghubungkan sebuah konsep, ide umum, pola, atau bentuk. Menurut Langer, konsep adalah makna yang disepakati bersama-sama di antara pelaku komunikasi. Langer memandang makna sebagai sebuah hubungan kompleks di antara simbol, objek dan manusia yang melibatkan denotasi (makna bersama) dan konotasi (makna pribadi).
Ferdinand de Sausurre mendefinisikan semiotik di dalam Course in General Linguistics sebagai ilmu yang mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Implisit dalam definisi tersebut adalah sebuah relasi bahwa bila tanda merupakan bagian dari kehidupan sosial, maka tanda juga merupakan bagian dari aturan-aturan sosial yang berlaku. Ada sistem tanda (sign system) dan ada sistem sosial (social system) yang keduanya saling berkaitan. Saussure mengatakan semiotik merupakan sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda di tengah masyarakat (Alex Sobur, 2006: 12)
Semiotika adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang tanda. Tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah manusia dan bersama manusia. Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama yaitu :
1.      Tanda, studi tentang bagaimana tanda-tanda itu dalam menyampaikan maknna dan cara tanda-tanda itu  terkait dengan manusia yang menggunakannya.
2.      Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda, studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk menyalurkan  komunikasi dan kemudian ditransmisikan.
3.      Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja, bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda untuk keberadaan bentukny sendiri.
Pendekatan dalam semiotika lebih cenderung mengarah pada pendekatan komunikasi. Pesan merupakan suatu konstruksi dari beberapa tanda yang mana melalui interaksi  dengan penerima akan menghasilkan makna. Proses interaksi inilah yang mempunyai kedudukan sebagai suatu faktor dimana individu sebagai pelaku komunikasi membawa aspek cultural mereka. Dimana masing-masing individu memiliki pengalaman sosial serta latar belakang budaya yang berbeda, sehingga dalam mempersepsikan sesuatu akan mendapatkan makna yang berbeda-beda.
Roland Barthes adalah penerus pemikiran dari Ferdinand de Saussure yang menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunaannya. Gagasan dari Barthes ini dikenal “order of signification” yang mencakup makna denotasi (makna yang sesuai dengan kamus) dan konotasi (makna yang lahir dari pengamatan kultural personal).
Ada dua tahap yang merupakan gagasan dari Barthes yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjalankan hubungan antara penanda dan pertanda atau tanda dengan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Makna langsung yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah pertanda.
Barthes juga melihat dari  aspek dari penandaan yaitu mitos yang menandai suatu masyarakat. Menurutnya mitos terletak pada tingkat kedua penandaan. Jadi setelah terbentuknya sitem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki pertanda kedua dn membentuk tanda baru. Ketika suatu tanda memiliki makna konotasi yang kemudian berkembang menjadi makna denotasi maka makna dari denotasi tersebut akan menjadi mitos. Mitos dimaknai sebagai tanda kerja dari suatu kebudayaan dalam menjelaskan realitas kehidupan manusia. Mitos menurut Roland Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (konotatif) menjadi sesuatu yang dianggap ilmiah.

2 komentar:

  1. MAAF SAY NUMPANG PROMO HARGA SPESIAL TERBARU 2015 BERBAGAI MACAN MEREK HENDPHONE>SAMSUNG>BLACKBERRYNOKIA>ASUS>LENOVO>ADVAN>SMARTFREN>OPPO>ACER>TOSHIBA>NIKON>DELL>CANON>XIOMI>DLL TERPERCAYA>100% BEBAS RESIKO BEBAS PENIPUAN (Info Pemesanan)CALL/SMS:085757299675>PIN BBM: (24C4A399) WEB>WWW.NABILA-SAIRA-SHOP.BLOGSPOT.COM

    BalasHapus
  2. Boleh saya tahu dari mana sumber buku yang kamu tuliskan berasal?

    BalasHapus