MAKALAH
PERAN ILMU KOMUNIKASI
DALAM PROSES PENYAMPAIAN PESAN DAKWAH
Makalah
ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Komunikasi
Dosen
pengampu: Eny Susilowati, M. Si
Disusun
oleh:
Chelin Indra Sushmita (121211003)
PRODI KOMUNIKASI
PENYIARAN ISLAM
JURUSAN
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN DAKWAH
IAIN
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Agama bukanlah sesuatu yang bersifat subordinate terhadap kenyataan sosial-ekonomi,
agama pada dasarnya bersifat independen, yang secara teoritis bisa terlibat
dalam kaitan saling mempengaruhi dengan kenyataan sosial, oleh karenanya
Mattulada dkk dalam buku Agama dan Perubahan Sosial mengungkapkan bahwa, Agama
mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk menentukan pola prilaku manusia.
Sehingga ajaran agama akan mampu mendorong atau menahan proses perubahan sosial.
Secara umum kata dakwah yang berasal dari bahasa arab
yang mempunyai arti seruan, ajakan, panggilan. Sama halnya dengan para ahli
dibidang ilmu dakwah, Jalaluddin Rakhmat juga sepakat bahwa juru dakwah atau
orang yang menyampaikan (tabligh) pesan dakwah disebut dalam ilmu
komunikasi sebagai komunikator atau orang yang menyampaikan pesan kepada pihak
komunikan. dilihat dari bahasa kata dakwah atau tabligh mengandung arti proses
penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan
agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Jalaludin Rakhmat sepanjang karyanya tidak pernah
mengaitkan kata komunikasi dan dakwah secara beriringan. Komunikasi oleh jalal
digolongkan sebagai keilmuan yang bersifat lebih umum, sedangkan istilah dakwah
hanya beberapa kali jalal sampaikan dalam tulisannya. Meski Jalaludin Rakhmat
tidak pernah mengaitkan kata dakwah dengan kata komunikasi tetapi dalam
menampilkan pengertian serta tujuan yang hendak di capai dalam karya-karya
Jalaluddin Rakhmat selalu menampilkan kesamaan.
Secara umum komunikasi memiliki kecenderungan
menyampaikan pesan-pesan yang sifatnya lebih umum, baik tentang informasi yang
sifatnya ilmiah ataupun yang lainnya. Komunikasi sendiri memiliki banyak
keterkaitan dengan keilmuan-keilmuan umum seperti psikologi, serta ilmu-ilmu
sosial lainnya. Kecenderungan umum keilmuan komunikasi pada dasarnya dilatar
belakangi oleh sifat komunikasi yang bisa masuk dalam setiap keilmuan serta
kebutuhan keilmuan-keilmuan lain tersebut dengan pengetahuan komunikasi. Komunikasi
dalam dakwah sangat diperlukan, disinilah kita mempunyai kemampuan untuk
membangun suatu sikap atau tingkah laku yang sesuai dengan misi atau pesan
dakwah yang disampaikan. Sebagaimana firman Allah QS. An Nahl :125
“Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah (bijaksana) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.”
Dalam makalah
ini akan difokuskan tentang Peran Ilmu Komunikasi dalam Dakwah. Salah
satu objek penting dalam kajian ‘Ulumul Dakwah adalah perbincangan mengenai
Peran Ilmu Komunikasi dalam Dakwah. Komunikasi adalah sesuatu yang urgen dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, kedudukan komunikasi dalm islam mendapat
tekanan yang cukup kuat bagi manusia sebagai anggota masyarakat dan sebagai
makhluk Tuhan.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini adalah :
1. Apa makna komunikasi?
2. Apa makna dakwah?
3. Apa kedudukan ilmu komunikasi dalam
proses dakwah?
4. Bagaimana prinsip komunikasi dalam Al
Qur’an?
C.
Tujuan
Secara
akademis, tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Memahami makna dakwah serta tujuannya.
2. Mengetahui korelasi antara ilmu
komunikasi dengan proses dakwah.
3. Memahami prinsip komunikasi yang
tercatat dalam Al Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi
Istilah
komunikasi atau dalam bahasa inggris communication
berasal dari istilah Latin communicatio,
bersumber dari bersumber dari communis
yang berari “sama”. Sama disini adalah dalam pengertian “sama makna”(Onong Uchjana: 2000: 3, Mulyana 2000: 41).
Komunikasi
minimal harus memilikui kesamaan makna antara kedua belah pihak yang terlibat.
Dikatakan “minimal” karena kegiatan itu tidak bersifat “informatif” saja ,yakni
agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga “persuasif”, yaitu agar orang
bersedia dan menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu kegiatan dan
lain-lain.
Menurutt
Carl l. Hovland, Komunikasi adalah
proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan
(biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunikan). Sedangkan menurut Harold Lasswell, who says what in which
channel to whom with what effect.
Komunikasi
secara sederhana komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan akibat
tertentu. Dalam pelaksanaanya komunikasi dapat dilakukan secara primer
(langsung) maupun secara sekunder (tidak langsung). (Ilahi, Wahyu 2010: 4)
Sebuah
komunikasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang terdiri dari 3 unsur
yaitu :
·
Sumber
(Source)
·
Isi pesan
(Message)
·
Tujuan
(Destination)
Sumber yang
dimaksudkan disini adalah seseorang yang mengambil inisiatif pertama untuk
berkomunikasi sedang pesan (message)
adalah ide-ide atau gagasan yang disampaikan oleh sumber kepada orang lain
dengan tujuan agar orang lain bertindak sama sesuai harapan yang dituangkan
dalam pesan tersebut.
Berbicara
mengenai komunikasi berarti kita akan berbicara mengenai bahasa. Hal ini
dikarenakan komunikasi dan bahasa merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan (bersifat komplementer). Sejarah telah mencatat bahwa tak ada satu
bangsa pun yang tidak mempunyai bahasa sebagai alat komunikasi efektif dalam
proses sosial madaninya. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa bahasa adalah
salah satu hasil kebudayaan manusia dalam peradabannya.
Koentjaraningrat
mengatakan bahwa bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam
peradaban manusia, sebab pada hakikatnya manusia secara simbolik menggunakan
bahasa sebagai simbol komunikasi dalam bertukar pikiran, perasaan, dan
pengalaman. Selain itu, terwujudnya komunikasi efektif tergantung pada
kemampuan manusia dalam menggunakan bahasa sebagai simbol dalam berkomunikasi,
sehingga kita bisa mengambil makna dari apa yang kita lafalkan. Diperlukan
kecakapan khusus agar kita bisa berkomunikasi secara efektif dan efisien.
Karena apabila kita berbicara mengenai komunikasi efektif dan efisien berarti
kita berbicara mengenai optimalisasi waktu dan biaya dalam usaha pertukaran
informasi, sehingga informasi yang kita sampaikan ataupun yang kita terima
tepat sesuai sasaran dan memberikan pemahaman makna yang mendalam.
Komunikasi
efektif berarti bahwa maksud dan tujuan yang terkandung dalam komunikasi
disampaikan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dapat dimengerti
sepenuhnya oleh penerima, harus ada suatu ketetapan pikiran oleh kedua pihak.
B. Pengertian
Dakwah
Secara
etimologis dakwah berasal dari bahasa Arab da’aa
- yad’u yang memiliki arti seruan, ajakan, atau panggilan. Secara
terminologis, dakwah adalah segala
usaha dan kegiatan yang disengaja dan direncanakan dalam bentuk wujud dari
sikap, ucapan, dan perbuatanyang mengandung ajakan dan seruan langsung ataupun
tidak langsung ditujukan kepada perorangan atau masyarakat bahkan golongan agar
terpanggil hatinya kepada ajaran islam untuk dipelajari, dihayati, dan
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Toto Yahya Omar, dakwah menurut Islam adalah mengajak manusia
dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai peringatan Tuhan
untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akherat.
Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi dimana Da’i mengkomuniasikan pesan kepada mad’u perorangan
atau kelompok. Secara teknis dakwah adalah komuniaksi antara Da’i atau
komunikator dan mad’u atau komunikan. Semua hukum yang berlaku dalam
ilmu komunikasi berlaku juga dalam dakwah, hambatan komunikasi adalah hambatan
dakwah, daan bagaimana mengungkapkannya apa yang tersembunyi dibalik perilaku
manusia dakwah sama juga dengan apa yang harus dikerjakan pada manusia
komunikan. (Arifin, 2000 : 4)
Adapun tujuan dari kegiatan dakwah adalah
adanya perubahan sikap. Perubahan sikap ini tentunya mengarah sesuai dengan
tuntunan ajaran agama Islam yang sudah digariskan kepada manusia melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah.
C.
Korelasi Ilmu Komunikasi dengan Penyampaian
Dakwah
Dakwah
sebagai proses informasi nilai-nilai keislaman membutuhkan apa yang dinamakan proses pengkomunikasian. Kandungan ajaran islam
yang didakwahkan merupakan sekumpulan pesan-pesan yang dikomunikasikan kepada
manusia. Disinilah berlaku pola proses dakwah dengan proses komunikasi. Apalagi bahwa ajaran-ajaran keagamaan tidak
semuanya berupa bentuk keterangan yang gamblang. Sebaliknya kebanyakan
pesan keagamaan justru berupa lambang-lambang atau simbol-simbol yang harus diuraikan dan diinterpretasikan,
agar dapat dipahami oleh manusia. Menurut Osgood, proses komunikasi ditinjau
dari peranan manusia dalam hal memberiinterpretasi (penafsiran)
terhadap lambang lambang tertentu
(massage=pesan). pesan-pesandisampaikan
(encode) kepada komunikan (dalam bahasa dakwah disebut mad'u) untuk kemudian ditafsirkan
dan selanjutnya disampaikan kembali kepada pihak komunikator, dalam bentuk
pesan-pesan baik berupa feedback atau respons tertentu sebagai efek dari pesan yang
dikomunikasikan. Jika dianalisa keseluruhan proses dakwah, maka dapat
dilihat bahwa terjadi keselarasan antara proses komunikasi dengan proses dakwah. maka wajar saja jika banyak orang yang
mengatakan bahwa proses dakwah adalah proses komunikasi itu sendiri.
tentu yang dimaksud adalah proses komunikasi keagamaan.
Dakwah sudah
pasti sebuah komunikasi, tepatnya komunikasi persuasif, karena hakikat dakwah
adalah mengajak (da’a, yad’u, da’watan). Namun, komunikasi belum tentu
mengandung pesan dakwah. Tujuan komunikasi persuasif identik dengan
tujuan utama dakwah, yakni menanamkan believe (keyakinan) dan mengubah attitude
(sikap/perilaku). Demikianlah, dakwah, apa pun bentuk dan metodenya, merupakan
komunikasi.
Komunikasi dalam proses dakwah berisi pesan-pesan
dakwah/nilai-ajaran Islam. Menurut Al-Quran, dakwah adalah mengajak atau
menyeru manusia ke jalan Allah SWT . Komponen dakwah
identik dengan komponen komunikasi yang kita kenal selama ini, seperti da’i atau juru dakwah (komunikator,
sender, source), mad’u (komunikan,
receiver, penerima, objek), pesan (message, yakni materi keislaman/nilai-nilai
atau ajaran Islam), dan efek atau feedback (dalam dakwah, efek yang diharapkan
berupa iman dan amal saleh/takwa).
Perbedaan dakwah dan komunikasi terletak pada muatan pesannya, pada
komunikasi sifatnya netral sedangkan pada dakwah terkandung nilai keteladanan
dan kebenaran.
D.
Prinsip Komunikasi dalam Al Qur’an
·
Qaulan Adhima
Kata-kata yang mengandung qaulan adhima terekam dalam QS. Al Isra’
ayat 40 :
“Maka apakah
patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang dia sendiri mengambil
anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu bena-benar
mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).”
Jika
ditelusuri dalam konteks ayat tersebut, ditafsirkan sebagai kaum musyrikin yang
percaya bahwa malaikat adalah anak-anak Allah, dan mereka berjenis kelamin
wanita. Padahal sejatinya hakikat Tuhan itu tidak beranak dan tidak
diperanakkan.
Penafsiran ayat tersebut, melukiskan
bahwa dalam berkomunikasi adalah kita tidak boleh mengucapkan kata-kata yang
mengandung kebohongan atau tuduhan yang sama sekali tidak berdasar. Komunikasi
dalam proses dakwah pada hakikatnya adalah memberikan pesan yang mengandung
kebenaran serta jauh dari berbagai prasangka maupun kebohongan. Dengan
demikian, konsep qaulan adhima adalah
sebuah pelajaran pada da’i untuk
tidak mengungkapkan kata-kata yang mengandung kebohongan.
·
Qaulan Baligha
Prinsip komunikasi ini menurut
Jalaluddin Rahmat diterjemahkan sebagai
prinsip komunikasi efektif. komunikasi yang efektif dapat terjadiapabila komunikator mendapat respon yang baik oleh
komunikan. Secara terperinci, ungkapan qaulan
baligha dapat dilihat dalam QS. An
Nisa : 63
“Mereka itu
adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena
itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan
katakanlahkepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. “
Prinsip komunikasi dalam bentuk qaulan baligha adalah hendaknya para da’i (komunikator) harus seimbang dalam
melakukan sentuhan terhadap mad’u (komunikan),
yaitu antara otak dan hatinya. Jika kedua komponen tersebut dapat terakomodasi
dengan baik maka akan menghasilkan umat yang
kuat, karena terjadi penyatuan antara hati dan pikiran. Interaksi aktif
keduanyamerupakan sebuah kekuatan yang kuat dan saling berkaitan dalam
membentuk komunikasi yang efektif. Apabila salah satu ditinggalkan, maka akan
terjadi ketimpangan dalam berkomunikasi.
·
Qaulan Karima
Qaulan
karima dapat diartikan sebagai perkataan yang mulia. Jika
dikaji lebih jauh, proseskomunikasi menggunakan qaulan karima lebih ke sasaran (mad’u)
dengan tingkatan umurnya lebih tua. Sehingga pendekatan yang digunakan lebih
pada pendekatan yang sifatnya santun, lembut, dengan tingkat kesopanan yang
diutamakan. Hal ini terdapat dalam QS. Al Isra’ : 23
“Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara
keduanya ataupun keduanya telah berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepadanya perkataan “ah” dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Prinsip komunikasi yang terkandung
adalah jika kita berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dari pada kita atau
kepada siapa saja, maka komunikator haruslah memiliki dan memperhatikan sopan
santun yang berlaku. Dalam artian tidak melakukan kekasaran dan memilih yang
terbaik dan sopan penuh penghormatan.
·
Qaulan Layyina
Qaulan
layyina diartikan sebagai perkataan yang lemah lembut. Konsep
yang seperti ini dalam proses dakwah merupakan interaksi komunikasi da’i dalam mempengaruhi mad’u untuk mencapai hikmah. Hal ini
tertulis dalam QS. Thaha :43-44
“Pergilah
kamu berdua pada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka
bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut.
Mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
Jika dilihat dari konteks mad’u (komunikan) yang dihadapi,
penggunaan qaulan layyina lebih
diarahkan kepada sang penguasa. Dalam tataran ini, seorang da’i dalam menyampaikan pesan dakwahnya kepada seorang penguasa
adalah dengan perkataan yang lemah lembut tanpa ada konfrontasi. Lemah lembut
di sini bukan berarti lemah, akan tetapi
sarat dengan unsur bijaksana yang banyak mengandung hikmah. Dalam konteks
komunikasi, da’i (komunikator)
haruslah menunjukkan sikap yang dapat menimbulkan simpati dari mad’u (komunikan) dengan perkataan yang
lemah lembut. Kata-kata yang disampaikan tersusun sesuai dengan kebutuhan,
tepat sasaran, dan tidak menimbulkan sifat konfrontatif apalagi anarkis.
·
Qaulan Maysura
Penyampaian pesan dakwah melalui
model qaulan maysura dapat diartikan
bahwa seorang da’i (komunikator) harus
menggunakan bahsa yang ringan, sederhana, pantas, atau yang mudah diterima mad’u (komunikan) secara spontan tanpa
melalui pemikiran yang berat. Hal ini tertulis dalam QS. Al Isra’ : 28
“ Dan jika
kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.”
Salah satu prinsip
komunikasi dalam Islam adalah setiap berkomunikasi harus bertujuan mendekatkan
manusia dengan Tuhannya dan hamba-hambanya yang lain. Islam mengharamkan setiap
komunikasi yang membuat manusia terpisah dari Tuhannya dan hamba-hambanya.
Seorang komunikator
yang baik adalah komunikator yang mampu menampilkan dirinya sehingga disukai
dan disenangi orang lain. Untuk bisa disenangi orang lain, ia harus memiliki
sikap simpati dan empati. Simapti dapat diartikan dengan menempatkan diri kita
secara imajinatif dalam posisi orang lain (Bennett, dalam Mulyana, 1993: 83).
Namun dalam komunikasi,
tidak hanya sikap simpati dan empati yang dianggap penting karena sikap
tersebut relatif abstrak dan tersembunyi, tetapi juga harus dibarengi dengan
pesan-pesan komunikasi yang disampaikan secara bijaksana dan menyenangkan.
·
Qaulan Ma’rufa
Jalaluddin Rahmat mengartikan qaulan ma’rufa adalah pembicaraan yang
bermanfaat, memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukkan
pemecahan terhadap kesulitan orang yang lemah. Jika ditelusuri lebih dalam
dapat diartikan dengan ungkapan yang pantas dan baik. Hal ini termaktub dalam QS. An Nisa: 5
“Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan
pakaian dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
·
Qaulan Sadidaa
Qaulan
sadidaa dapat diartikan sebagai pembicaraan yang benar, jujur,
tidak bohong, lurus, dan tidak berbelit-belit. Ungkapan tersebut terekam dalam
QS. An Nisa : 9
“Dan
hendaklah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka
(hendaklah) mereka takut. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar lagi tepat.”
Dari ayat di atas dapat diambil
pelajaran bahwa dalam proses penyampaian pesan dakwah seorang da’i (komunikator) harus memperhatikan
sedetil mungkin pesan yang akan disampaikan, sehingga kalimatatau kata yang
diucapkan adalah kata yang baik, benar, dan tidak menyinggung hati mad’u (komunikan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
analisis diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses dakwah
merupakan suatu proses penyampaian informasi nilai-nilai keislaman yang
bersifat verbal dan non verbal baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan bertujuan bahwa apa yang dikomunikasikan da’i terhadap mad’u bisa
direalisasikan kedalam kehidupan sehari-hari dengan kesadaran keagamaan, dengan
menggunakan berbagai prinsip seperti yang tertulis pada bab sebelumnya (Prinsip
komunikasi dalam Al Qur’an) dengan itu maka pesan dakwah bisa terealisasikan
dengan baik sesuai dengan karakteristik mad’u.
B. Saran
Studi ini
masih berupa studi yang dangkal mengenai peran komunikasi dalam proses dakwah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang membangaun sangat diharapkan adanya demi
sempurnanya makalah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar