Kamis, 06 Maret 2014

Komunikasi Dakwah


MAKALAH
PERAN ILMU KOMUNIKASI DALAM PROSES PENYAMPAIAN PESAN DAKWAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Komunikasi
Dosen pengampu: Eny Susilowati, M. Si


Disusun oleh:
Chelin Indra Sushmita         (121211003)


PRODI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
IAIN SURAKARTA


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Agama bukanlah sesuatu yang bersifat subordinate terhadap kenyataan sosial-ekonomi, agama pada dasarnya bersifat independen, yang secara teoritis bisa terlibat dalam kaitan saling mempengaruhi dengan kenyataan sosial, oleh karenanya Mattulada dkk dalam buku Agama dan Perubahan Sosial mengungkapkan bahwa, Agama mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk menentukan pola prilaku manusia. Sehingga ajaran agama akan mampu mendorong atau menahan proses perubahan sosial.
Secara umum kata dakwah yang berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti seruan, ajakan, panggilan. Sama halnya dengan para ahli dibidang ilmu dakwah, Jalaluddin Rakhmat juga sepakat bahwa juru dakwah atau orang yang menyampaikan (tabligh) pesan dakwah disebut dalam ilmu komunikasi sebagai komunikator atau orang yang menyampaikan pesan kepada pihak komunikan. dilihat dari bahasa kata dakwah atau tabligh mengandung arti proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Jalaludin Rakhmat sepanjang karyanya tidak pernah mengaitkan kata komunikasi dan dakwah secara beriringan. Komunikasi oleh jalal digolongkan sebagai keilmuan yang bersifat lebih umum, sedangkan istilah dakwah hanya beberapa kali jalal sampaikan dalam tulisannya. Meski Jalaludin Rakhmat tidak pernah mengaitkan kata dakwah dengan kata komunikasi tetapi dalam menampilkan pengertian serta tujuan yang hendak di capai dalam karya-karya Jalaluddin Rakhmat selalu menampilkan kesamaan.
Secara umum komunikasi memiliki kecenderungan menyampaikan pesan-pesan yang sifatnya lebih umum, baik tentang informasi yang sifatnya ilmiah ataupun yang lainnya. Komunikasi sendiri memiliki banyak keterkaitan dengan keilmuan-keilmuan umum seperti psikologi, serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Kecenderungan umum keilmuan komunikasi pada dasarnya dilatar belakangi oleh sifat komunikasi yang bisa masuk dalam setiap keilmuan serta kebutuhan keilmuan-keilmuan lain tersebut dengan pengetahuan komunikasi. Komunikasi dalam dakwah sangat diperlukan, disinilah kita mempunyai kemampuan untuk membangun suatu sikap atau tingkah laku yang sesuai dengan misi atau pesan dakwah yang disampaikan. Sebagaimana firman Allah QS. An Nahl :125
16:125
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (bijaksana) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dalam makalah  ini akan difokuskan tentang Peran Ilmu Komunikasi dalam Dakwah. Salah satu objek penting dalam kajian ‘Ulumul Dakwah adalah perbincangan mengenai Peran Ilmu Komunikasi dalam Dakwah. Komunikasi adalah sesuatu yang urgen dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kedudukan komunikasi dalm islam mendapat tekanan yang cukup kuat bagi manusia sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan.


B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini adalah :
1.      Apa makna komunikasi?
2.      Apa makna dakwah?
3.      Apa kedudukan ilmu komunikasi dalam proses dakwah?
4.      Bagaimana prinsip komunikasi dalam Al Qur’an?

C.      Tujuan
Secara akademis, tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1.      Memahami makna dakwah serta tujuannya.
2.      Mengetahui korelasi antara ilmu komunikasi dengan proses dakwah.
3.      Memahami prinsip komunikasi yang tercatat dalam Al Qur’an.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari istilah Latin communicatio, bersumber dari bersumber dari communis yang berari “sama”. Sama disini adalah dalam pengertian “sama makna”(Onong Uchjana: 2000: 3, Mulyana 2000: 41). Komunikasi minimal harus memilikui kesamaan makna antara kedua belah pihak yang terlibat. Dikatakan “minimal” karena kegiatan itu tidak bersifat “informatif” saja ,yakni agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga “persuasif”, yaitu agar orang bersedia dan menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu kegiatan dan lain-lain.
Menurutt Carl l. Hovland, Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan). Sedangkan menurut Harold Lasswell, who says what in which channel to whom with what effect.
Komunikasi secara sederhana komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan akibat tertentu. Dalam pelaksanaanya komunikasi dapat dilakukan secara primer (langsung) maupun secara sekunder (tidak langsung). (Ilahi, Wahyu 2010: 4)
Sebuah komunikasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang terdiri dari 3 unsur yaitu :
·      Sumber (Source)
·      Isi pesan (Message)
·      Tujuan (Destination)

Sumber yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang mengambil inisiatif pertama untuk berkomunikasi sedang pesan (message) adalah ide-ide atau gagasan yang disampaikan oleh sumber kepada orang lain dengan tujuan agar orang lain bertindak sama sesuai harapan yang dituangkan dalam pesan tersebut.
Berbicara mengenai komunikasi berarti kita akan berbicara mengenai bahasa. Hal ini dikarenakan komunikasi dan bahasa merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan (bersifat komplementer). Sejarah telah mencatat bahwa tak ada satu bangsa pun yang tidak mempunyai bahasa sebagai alat komunikasi efektif dalam proses sosial madaninya. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa bahasa adalah salah satu hasil kebudayaan manusia dalam peradabannya.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam peradaban manusia, sebab pada hakikatnya manusia secara simbolik menggunakan bahasa sebagai simbol komunikasi dalam bertukar pikiran, perasaan, dan pengalaman. Selain itu, terwujudnya komunikasi efektif tergantung pada kemampuan manusia dalam menggunakan bahasa sebagai simbol dalam berkomunikasi, sehingga kita bisa mengambil makna dari apa yang kita lafalkan. Diperlukan kecakapan khusus agar kita bisa berkomunikasi secara efektif dan efisien. Karena apabila kita berbicara mengenai komunikasi efektif dan efisien berarti kita berbicara mengenai optimalisasi waktu dan biaya dalam usaha pertukaran informasi, sehingga informasi yang kita sampaikan ataupun yang kita terima tepat sesuai sasaran dan memberikan pemahaman makna yang mendalam.
Komunikasi efektif berarti bahwa maksud dan tujuan yang terkandung dalam komunikasi disampaikan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dapat dimengerti sepenuhnya oleh penerima, harus ada suatu ketetapan pikiran oleh kedua pihak.

B.       Pengertian Dakwah
Secara etimologis dakwah berasal dari bahasa Arab da’aa - yad’u yang memiliki arti seruan, ajakan, atau panggilan. Secara terminologis, dakwah adalah segala usaha dan kegiatan yang disengaja dan direncanakan dalam bentuk wujud dari sikap, ucapan, dan perbuatanyang mengandung ajakan dan seruan langsung ataupun tidak langsung ditujukan kepada perorangan atau masyarakat bahkan golongan agar terpanggil hatinya kepada ajaran islam untuk dipelajari, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Toto Yahya Omar, dakwah menurut Islam adalah mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai peringatan Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akherat.
Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi dimana Da’i  mengkomuniasikan pesan kepada mad’u perorangan atau kelompok. Secara teknis dakwah adalah komuniaksi antara Da’i atau komunikator dan mad’u atau komunikan. Semua hukum yang berlaku dalam ilmu komunikasi berlaku juga dalam dakwah, hambatan komunikasi adalah hambatan dakwah, daan bagaimana mengungkapkannya apa yang tersembunyi dibalik perilaku manusia dakwah sama juga dengan apa yang harus dikerjakan pada manusia komunikan. (Arifin, 2000 : 4)
Adapun tujuan dari kegiatan dakwah adalah adanya perubahan sikap. Perubahan sikap ini tentunya mengarah sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam yang sudah digariskan kepada manusia melalui Al-Quran dan As-Sunnah.

C.      Korelasi Ilmu Komunikasi dengan Penyampaian Dakwah
Dakwah sebagai proses informasi nilai-nilai keislaman membutuhkan apa yang dinamakan proses pengkomunikasian. Kandungan ajaran islam yang didakwahkan merupakan sekumpulan pesan-pesan yang dikomunikasikan kepada manusia. Disinilah berlaku pola proses dakwah dengan proses komunikasi. Apalagi bahwa ajaran-ajaran keagamaan tidak semuanya berupa bentuk keterangan yang gamblang. Sebaliknya kebanyakan pesan keagamaan justru berupa lambang-lambang atau simbol-simbol yang harus diuraikan dan diinterpretasikan, agar dapat dipahami oleh manusia. Menurut Osgood, proses komunikasi ditinjau dari peranan manusia dalam hal memberiinterpretasi  (penafsiran)  terhadap  lambang  lambang  tertentu  (massage=pesan).  pesan-pesandisampaikan (encode) kepada komunikan (dalam bahasa dakwah disebut mad'u) untuk kemudian ditafsirkan dan selanjutnya disampaikan kembali kepada pihak komunikator, dalam bentuk pesan-pesan baik berupa feedback atau respons tertentu sebagai efek dari pesan yang dikomunikasikan. Jika dianalisa keseluruhan proses dakwah, maka dapat dilihat bahwa terjadi keselarasan antara proses komunikasi dengan proses dakwah. maka wajar saja jika banyak orang yang mengatakan bahwa proses dakwah adalah proses komunikasi itu sendiri. tentu yang dimaksud adalah proses komunikasi keagamaan.
Dakwah sudah pasti sebuah komunikasi, tepatnya komunikasi persuasif, karena hakikat dakwah adalah mengajak (da’a, yad’u, da’watan). Namun, komunikasi belum tentu mengandung pesan dakwah. Tujuan komunikasi persuasif identik dengan tujuan utama dakwah, yakni menanamkan believe (keyakinan) dan mengubah attitude (sikap/perilaku). Demikianlah, dakwah, apa pun bentuk dan metodenya, merupakan komunikasi.
 Komunikasi dalam proses dakwah berisi pesan-pesan dakwah/nilai-ajaran Islam. Menurut Al-Quran, dakwah adalah mengajak atau menyeru manusia ke jalan Allah SWT . Komponen dakwah identik dengan komponen komunikasi yang kita kenal selama ini, seperti da’i atau juru dakwah (komunikator, sender, source), mad’u (komunikan, receiver, penerima, objek), pesan (message, yakni materi keislaman/nilai-nilai atau ajaran Islam), dan efek atau feedback (dalam dakwah, efek yang diharapkan berupa iman dan amal saleh/takwa).
Perbedaan dakwah dan komunikasi terletak pada muatan pesannya, pada komunikasi sifatnya netral sedangkan pada dakwah terkandung nilai keteladanan dan kebenaran.




D.      Prinsip Komunikasi dalam Al Qur’an
·      Qaulan Adhima
Kata-kata yang mengandung qaulan adhima terekam dalam QS. Al Isra’ ayat 40 :
17:40
“Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu bena-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).”
            Jika ditelusuri dalam konteks ayat tersebut, ditafsirkan sebagai kaum musyrikin yang percaya bahwa malaikat adalah anak-anak Allah, dan mereka berjenis kelamin wanita. Padahal sejatinya hakikat Tuhan itu tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Penafsiran ayat tersebut, melukiskan bahwa dalam berkomunikasi adalah kita tidak boleh mengucapkan kata-kata yang mengandung kebohongan atau tuduhan yang sama sekali tidak berdasar. Komunikasi dalam proses dakwah pada hakikatnya adalah memberikan pesan yang mengandung kebenaran serta jauh dari berbagai prasangka maupun kebohongan. Dengan demikian, konsep qaulan adhima adalah sebuah pelajaran pada da’i untuk tidak mengungkapkan kata-kata yang mengandung kebohongan.

·      Qaulan Baligha
Prinsip komunikasi ini menurut Jalaluddin Rahmat  diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi efektif. komunikasi yang efektif dapat terjadiapabila  komunikator mendapat respon yang baik oleh komunikan. Secara terperinci, ungkapan qaulan baligha  dapat dilihat dalam QS. An Nisa : 63
4:63
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlahkepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. “
Prinsip komunikasi dalam bentuk qaulan baligha  adalah hendaknya para da’i (komunikator) harus seimbang dalam melakukan sentuhan terhadap mad’u (komunikan), yaitu antara otak dan hatinya. Jika kedua komponen tersebut dapat terakomodasi dengan baik maka akan menghasilkan umat yang  kuat, karena terjadi penyatuan antara hati dan pikiran. Interaksi aktif keduanyamerupakan sebuah kekuatan yang kuat dan saling berkaitan dalam membentuk komunikasi yang efektif. Apabila salah satu ditinggalkan, maka akan terjadi ketimpangan dalam berkomunikasi.

·      Qaulan Karima
Qaulan karima dapat diartikan sebagai perkataan yang mulia. Jika dikaji lebih jauh, proseskomunikasi menggunakan qaulan karima lebih ke sasaran (mad’u) dengan tingkatan umurnya lebih tua. Sehingga pendekatan yang digunakan lebih pada pendekatan yang sifatnya santun, lembut, dengan tingkat kesopanan yang diutamakan. Hal ini terdapat dalam QS. Al Isra’ : 23
17:23
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya ataupun keduanya telah berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepadanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Prinsip komunikasi yang terkandung adalah jika kita berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dari pada kita atau kepada siapa saja, maka komunikator haruslah memiliki dan memperhatikan sopan santun yang berlaku. Dalam artian tidak melakukan kekasaran dan memilih yang terbaik dan sopan penuh penghormatan.

·      Qaulan Layyina
Qaulan layyina diartikan sebagai perkataan yang lemah lembut. Konsep yang seperti ini dalam proses dakwah merupakan interaksi komunikasi da’i dalam mempengaruhi mad’u untuk mencapai hikmah. Hal ini tertulis dalam QS. Thaha :43-44
20:43
20:44
“Pergilah kamu berdua pada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. Mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
Jika dilihat dari konteks mad’u (komunikan) yang dihadapi, penggunaan qaulan layyina lebih diarahkan kepada sang penguasa. Dalam tataran ini, seorang da’i dalam menyampaikan pesan dakwahnya kepada seorang penguasa adalah dengan perkataan yang lemah lembut tanpa ada konfrontasi. Lemah lembut di sini bukan berarti lemah, akan  tetapi sarat dengan unsur bijaksana yang banyak mengandung hikmah. Dalam konteks komunikasi, da’i (komunikator) haruslah menunjukkan sikap yang dapat menimbulkan simpati dari mad’u (komunikan) dengan perkataan yang lemah lembut. Kata-kata yang disampaikan tersusun sesuai dengan kebutuhan, tepat sasaran, dan tidak menimbulkan sifat konfrontatif apalagi anarkis.

·      Qaulan Maysura
Penyampaian pesan dakwah melalui model qaulan maysura dapat diartikan bahwa  seorang da’i (komunikator)  harus menggunakan bahsa yang ringan, sederhana, pantas, atau yang mudah diterima mad’u (komunikan) secara spontan tanpa melalui pemikiran yang berat. Hal ini tertulis dalam QS. Al Isra’ : 28
17:28
“ Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.”
Salah satu prinsip komunikasi dalam Islam adalah setiap berkomunikasi harus bertujuan mendekatkan manusia dengan Tuhannya dan hamba-hambanya yang lain. Islam mengharamkan setiap komunikasi yang membuat manusia terpisah dari Tuhannya dan hamba-hambanya.
Seorang komunikator yang baik adalah komunikator yang mampu menampilkan dirinya sehingga disukai dan disenangi orang lain. Untuk bisa disenangi orang lain, ia harus memiliki sikap simpati dan empati. Simapti dapat diartikan dengan menempatkan diri kita secara imajinatif dalam posisi orang lain (Bennett, dalam Mulyana, 1993: 83).
Namun dalam komunikasi, tidak hanya sikap simpati dan empati yang dianggap penting karena sikap tersebut relatif abstrak dan tersembunyi, tetapi juga harus dibarengi dengan pesan-pesan komunikasi yang disampaikan secara bijaksana dan menyenangkan.



·      Qaulan Ma’rufa
Jalaluddin Rahmat mengartikan qaulan ma’rufa adalah pembicaraan yang bermanfaat, memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukkan pemecahan terhadap kesulitan orang yang lemah. Jika ditelusuri lebih dalam dapat diartikan dengan ungkapan yang pantas dan baik. Hal ini  termaktub dalam QS. An Nisa: 5
4:5
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”

·      Qaulan Sadidaa
Qaulan sadidaa dapat diartikan sebagai pembicaraan yang benar, jujur, tidak bohong, lurus, dan tidak berbelit-belit. Ungkapan tersebut terekam dalam QS. An Nisa :  9
4:9
“Dan hendaklah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka (hendaklah)  mereka takut. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.”
Dari ayat di atas dapat diambil pelajaran bahwa dalam proses penyampaian pesan dakwah seorang da’i (komunikator) harus memperhatikan sedetil mungkin pesan yang akan disampaikan, sehingga kalimatatau kata yang diucapkan adalah kata yang baik, benar, dan tidak  menyinggung hati mad’u (komunikan).
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses dakwah merupakan suatu proses penyampaian informasi nilai-nilai keislaman yang bersifat verbal dan non verbal baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bertujuan bahwa apa yang dikomunikasikan da’i terhadap mad’u bisa direalisasikan kedalam kehidupan sehari-hari dengan kesadaran keagamaan, dengan menggunakan berbagai prinsip seperti yang tertulis pada bab sebelumnya (Prinsip komunikasi dalam Al Qur’an) dengan itu maka pesan dakwah bisa terealisasikan dengan baik sesuai dengan karakteristik mad’u.

B.       Saran
Studi ini masih berupa studi yang dangkal mengenai peran komunikasi dalam proses dakwah. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangaun sangat diharapkan adanya demi sempurnanya makalah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar