Minggu, 23 Maret 2014

Teater Panggung Politik


Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 tinggal menghitung hari. Pagelaran pesta demokrasi rakyat Indonesia ini akan diikuti 15 partai politik yang terdiri dari 12 partai nasional dan 3 partai lokal  di Aceh.
Setiap masa kampanye pemilu, para calon wakil rakyat sampai calon presiden pun berlomba mengobral janji-janji manis untuk menarik simpati masyarakat. Berbagai cara dilakukan oleh para calon legislatif (caleg), termasuk cara-cara unik yang dilakukan oleh tak hanya caleg yang tidak mempunyai modal besar (caleg dadakan), tetapi juga mereka yang  mempunyai modal besar. Kesemuanya ini dilakukan dengan dalih untuk bisa memperjuangkan nasib rakyat.
Kampanye unik dan nyentrik ini banyak sekali diberitakan diberbagai media masa. Sebagaimana dilansir www.vivanews.com, Made Muliawan Arya, caleg nomor urut 2 dari Partai Gerindra untuk DPRD Kota Denpasar ini melakukan aksi kampanye unik bersama ormas Pemuda Bali Bersatu pimpinannya, dengan berjalan kaki menyusuri jalanan memunguti sampah plastik yang kemudian di daur ulang dan dijual guna membantu korban bencana banjir.
Seperti tak mau kalah, presenter sekaligus model kawakan, Arzeti Bilbina, caleg DPR RI dapil I Jawa Timur dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bersama sejumlah caleg PKB lainnya melakukan kampanye bertema “Ngaso Bareng PKB” dengan memberikan layanan pijat gratis bagi penumpang bus di terminal Purabaya Surabaya (19/03/2014). Di lain tempat, Angel Lelga, model dan penyanyi dangdut yang kini maju menjadi caleg DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dapil V Jawa Tengah ini sedikit banyak meniru gaya blusukan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi. Ia berkampanye dengan cara bergaul dengan rakyat kecil di pasar-pasar tradisional bahkan ikut terjun ke sawah untuk membantu petani untuk menanam padi.
Terkadang terasa aneh,  jika di masa kampanye seperti ini para caleg mau melakukan hal-hal yang tak lazim mereka lakukan di hari-hari biasanya. Tentu saja semua hal ini disisipi dengan obral janji-janiji manis yang ditujukan kepada rakyat . Tidak salah memang, karena semua tujuan dari kampanye unik dan nyentrik yang dilakukan para caleg ini adalah menarik simpati rakyat untuk mendapatkan banyak suara pada pemilu nanti. Namun, kebanyakan janji yang ditawarkan tergolong muluk-muluk, semisal janji memberantas kolusi dan korupsi, membebaskan biaya pendidikan dasar dan menengah, serta meretas kemiskinan. Bahkan tak jarang ada juga jurkam (juru kampanye) yang menjanjikan untuk “tidak mengobral janji.”
Betul kata pepatah, politik itu seperti panggung drama yang penuh kepura-puraan. Sumpah janji yang diteriakkan oleh para kandidat saat berkampanye yang mengantarkannya pada posisi nomor satu, nyatanya tidak seperti yang diharapkan rakyat.
Politik paling unik, paling aneh, paling absurd, sekaligus paling sulit diramalkan adalah politik di Indonesia. Karena di Indonesia, seorang politisi kawakan bisa keok oleh artis pendatang yang baru akan menapak di kancah perpolitikan sebagai wakil rakyat dalam pemilihan anggota DPR. Sudah jelas buktinya pada pemilu 2009 yang lalu. Lihat saja tak sedikit jumlah wakil rakyat kita yang berasal dari kalangan artis. Agaknya mereka dipandang akan lebih banyak mendulang suara karena kepopuleran mereka di masyarakat. Hal inilah yang sekiranya masih dijadikan senjata ampuh oleh berbagai parpol untuk memperoleh banyak suara untuk partainya. Terbukti dengan masih banyaknya nama sederet artis yang berlomba memperebutkan kursi DPR di panggung politik 2014 ini.
Terlepas dari siapapun yang memenangkan  pemilu, menarik untuk mencatat seberapa banyak janji yang telah diajukan politisi yang bersaing, dan memantau seberapa banyak  dari sekian hal  yang dijanjikan politisi tu dapat direalisasikan selama periode lima tahun berikutnya.
Pada akhirnya kita sebagai rakyat berharap, semoga para wakil rakyat terpilih nanti dapat memenuhi setiap janji yang mereka lontarkan ketika kampanye. Insya Allah. Amin.

Minggu, 16 Maret 2014

Lahirnya Sosiologi Komunikasi


            Kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran Karl Marx yang masuk sebagai pendiri sosiologi beraliran Jerman. Gagasan awal tentang Marx tidak pernah lepas dari pemikiran Hegel. Hegel memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx, bahkan  Karl Marx muda menjadi seorang idealisme (bukan materialisme) justru dari pemikiran-pemikiran radikal Hegel tentang idealisme. Adapun kemudian  Marx tua menjadi seorang materialisme disebabkan oleh pengalaman pribadi manusia dalam prosesnya dengan konteks social yang dialami oleh Marx sendiri.
Menurut Ritzer (2004: 26), pemikiran Hegel yang paling utama dalam melahirkan pemikiran-pemikiran tradisional konflik dan kritis adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme. Dialektika adalah cara berpikir dan citra tentang dunia. Sebagai cara berpikir, dialektika menekankan arti penting dari proses , hubungan, dinamika, konflik, dan  kkontradiksi, yaitu cara-cara berpikir yang lebih dinamis.  Di sisi lain, dialektika adalah pandangan tentang dunia bukan tersusun dari struktur yang statis, tetapi berdiri dari proses, hubungan, dinamika konflik, dan kontradiksi. Pemahaman dialektika tentang dunia semacam inilah (terutama melihat dunia sebagai bagian yang berhubungan satu dengan lainnya) di kemudian hari melahirkan gagasan-gagasan tentang komunikasi seperti apa yang dikemukakan Jurgen Habermas dengan tindakan komunikatif (interaksi).
Hegel juga dikaitkan dengan filsafat idealisme yang lebih mementingkan pikiran dan produk mental daripada kehidupan material. Dalam bentuknya yang ekstrem, idealisme menegaskan bahwa hanya konstruksi pikiran dan psikologis-lah yang ada, idealisme adalah sebuah proses yang kekal dalam kehidupan menusia, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa proses mental tetap ada walaupun kehidupan sosial dan fisik sudah tidak ada lagi. Idealisme merupakan produk berpikir yang menekankan tidak saja pada proses mental, namun juga gagasan-gagasan yang dihasilkan dari proses mental itu (Ritzer: 2004).
Pemikiran-pemikiran Habermas sendiri termasuk dalam kelompok kritis. Habermas sendiri menamakan gagasan-gagasab sebagai rekonstruksi  materialisme historis. Habermas bertolak dari pemikiran Marx, seperti potensi manusia, spesies makhluk, aktivitas yang berperasaan. Ia mengatakan bahwa, Marx telah gagal membedakan antara dua komponen analitik yang berbed, yaitu kerja (atau tenaga kerja, tindakan rasional-purposif) dan interaksi (atau aksi komunikatif) sosial (atau simbolis). Di antara kerja dan interaksi sosial, Marx hanya membahas kerja saja dengan mengabaikan interaksi sosial. Jadi, menurut Habermas, Marx hanya mengambil perbedaan antara kerja dan interaksi sosial sebagai titik awalnya. Di sepanjang tulisannya, Habermas menjelaskan perbedaan ini, meski ia cenderung menggunakan istilah tindakan (kerja) rasioal-purposif dan tindakan komunikatif (interaksi) (Ritzer, 2004: 187). Dalam The Theory of Communication Action, ia menyebut tindakan komuniktif ni  sebagai bagian dari dasar-dasar ilmu sosial dan teori komunikasi (Habermas, 1996).
Selama tahun 1970-an Habermas memperbanyak studinya mengenai ilmu sosial dan mulai menata ulang teori kritik sebagai teori komunikasi. Tahap kunci dari perkembangan ini termuat dalam kumpulan studi yang ditulis bersama Niklas  Luhmann, yaitu Theori der Gesellschaft der Sozialtechnologie (1971); Legitimatios probleme des Historischen Materialisus (1976) (Kuper and Kuper, 2000: 424).
Sumbangan pemikiran juga diberikan oleh John Dewey, yang sering disebut sebagai the first philosopher of communication (Riger, 1986) itu dikenal hingga kini dengan  filsafat pragmatik-nya, suatu keyakinan bahwa sebuah ide itu benar jika ia berfungsu dalam praktik. Pragmatisme menolak dualisme pikiran dan materi, subjek dan objek (Ibrahim, 2005: xiii). Jadi, gagasan-gagasan seharusnya bermanfaat bagi masyarakat, pesan-pesan ide harus tersampaikan dan memberi kontribusi pada tingkat perilaku orang. Pesan ide membentuk tindakan dan perilaku di lapangan.
Dengan demikian, sejarah sosiologi komunikasi menempuh dua jalur. Bahwa kajian dan sumbangan pemikiran Auguste Comte, Durkheim, Talcott Parson dan Robert K. Merton merupakan sumbangan paradigma fungsional bagi lahirnya teori-teori komunikasi yang beraliran struktural-fungsional. Sedangkan sumbangan-sumbangan pemikiran Karl Marx dan Habermas menyumbangkan paradigma konflik bagi lahirnya teori-teori kritis dalam kajian komunikasi.
Sosiologi sejak awal telah menaruh perhatian pada masalah-masalah yang ada hubungan dengan interaksi sosial antara seseorang dengan orang lainnya. Apa yang disebutkan oleh Comte dengan “social dynamic”, “kesadaran kolektif” oleh Durkheim, dan “interaksi sosial” oleh Marx serta “tindakan komunikatif” dan “teori komunikasi” oleh Habermas adalah awal mula lahirnya perspektif sosiologi komunikasi. Bahkan melihat kenyataan semacam itu, maka sebenarnya gagasan-gagasan perspektif sosiologi komunikasi telah ada bersamaan dengan lahirnya sosiologi itu sendiri baik dalam perspektif struktural-fungsional maupun perspektif konflik.
Saat ini perspektif teoritis terkait sosiolohi komunikasi bertumpu pada kajian sosiologi mengenai interaksi sosial dan semua aspek yang bersentuhan  dengan fokus kajian tersebut.

Referensi :
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi. Surabaya: Kencana. 2006

Sabtu, 15 Maret 2014

Mencontek: Penyakit Budaya yang Kronis


Mencontek, bukanlah hal baru di kalangan pelajar dan mahasiswa. Hal ini telah terjadi dan berkembang menjadi budaya bahkan mendarah daging di kalangan masyarakat kita. Budaya mencontek pada hakikatnya adalah budaya yang buruk dan harus segera dieliminir. Namun sayangnya, virus budaya ini seperti sangat sulit untuk dibasmi. Di Indonesia khususnya, budaya ini masih terus berkembang pesat mulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Mencontek sangat diandalkan oleh sebagaian kalangan pelajar dan mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang lebih baik dari kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, praktik ini dilakukan karena adanya tuntutan untuk menjawab tiap soal yang memang jawabannya berorientasi pada buku teks. Hal ini tentu menyulitkan para pelajar untuk menghafal setiap kalimatnya, sehingga mereka memilih untuk membuka buku  atau bertanya pada temannya. Hal tersebut juga dilakukan karena lemahnya pengawasan oleh para pengawas ujian. 
Seperti yang telah dikatakan di atas bahwa, fenomena mencontek ini sering terjadi dalam dunia para akademisi. Karena, sudah dimaklumi bahwa orientasi belajar di sekolah hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dari afektif dan psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian atau melakukan praktik mencontek.  Hal ini erat kaitannya dengan budaya masyarakat Indonesia yang memandang nilai dan ijazah sebagai parameter tingkat kesuksesan seseorang dalam jenjang pendidikannya.
            Secara psikologis, jelas bahwa praktik mencontek ini mencermikan sikap kurang percaya diri ketika menghadapi ujian. Karena percaya diri ini muncul bersamaan dengan adanya persiapan yang matang. Dampak negatif dari praktik ini adalah menciptakan sifat tidak mandiri, mudah putus asa bahkan dapat menumbuhkan kejahatan. Secara logika, jika praktik kecurangan ini terus dipelihara maka, lambat laun akan menjadi tindak kejahatan. Tengok saja praktik mencontek yang memang dengan sengaja disusun secara sistematis, misalnya pembocoran soal ujian nasional oleh “orang dalam” atau oknum guru yang notabene adalah seorang pendidik. Ironis memang ketika seseorang yang berperan sebagai pendidik malah justru memberikan contoh yang tidak baik dengan melakukan praktik kecurangan. Parahnya lagi, seorang pelajar yang mendapatkan bocoran tersebut tidak merasamalu, malah justru bangga dengan yang ia peroleh. Umumnya praktik kecurangan ini dilakukan olehpara oknum yang nilai akademiknya kurang baik. Namun yang lebih mencengangkan adalah ketika sang juara kelas pun juga turut serta dalam praktik percontekan.Mereka melakukan hal itu dikala kurangnya persiapan ketika akan menghadapi ujian serta adanya faktor prestise yang menyebabkan mereka memiliki ambisi yang terlalu besar untuk tetap menjadi yang nomor satu.
            Menurut M. Nuh, selaku Menteri Pendidikan Nasional, beliau menyatakn bahwa budaya mencontek adalah budaya meraih prestasi instan tanpa memperhatikan moralitas. Lebih dalam lagi,  Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, salah seorang tokoh pendidikan yang sekaligus juga menjabat sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengatakan bahwa praktik mencotek adalah korupsi yang menular. Contoh nyata  yang menjamur adalah perilaku para pelajar  ketika menghadapi ujian kelulusan di jenjang pendidikan manapun. Ada  saja cara mereka untuk mencari dan mendapatkan bocoran soal bahkan secara terang-terangan mencontek hasil pekerjaan temannya demi mendapatkan jawaban yang benar serta nilai yang maksimal tanpa mau belajar keras. Bukankah hal ini merupakan perilaku korupsi? Ironisnya  tindakan ini terkadang malah justru difasilitasi oleh orang tua, kepala sekolah, atau Dinas Pendidikan demi menjaga nama baik sekolah dengan cara mempertahankan rangking tingkat kelulusan siswa, meski dengan jalan kotor. Jadi, kalau sekarang sering ditemukan pejabat publik atau anggotaDPR yang korupsi, bisa jadi itu merupakan refleksi atau kelanjutan dari kebiasaan mencontek sewaktu sekolah dulu.
            Lebih lanjut menurutnya, tanda baiknya pelaksanaan pendidikan bukan dinilai dari lulusan sarjana yang tinggi dan meningkatnya anak-anak yang masuk sekolah, melainkan meningkatnya kecerdasan emosional para pelajar untuk menuntut ilmu secara sadar dan berubahnya pola pikir  dan tingkah laku menjadi lebih baik. Hal ini menjadi penting sebab, jika seorang pelajar hanya menuntut ilmu ketika disuruh, sampai kapan pun akan tetap ikut-ikutan tanpa menguasai ilmu yang diajarkan. Sehingga dari sini kita dapat mengambil benang merah permasalahan kenapa banyak lulusan yang tidak berkualitas. Kalaupun lulus dengan nilai tinggi, itupun hanya hasil dari mencontek.
            Dan jika pendidikan hanya mendidik seseorang untuk sekedar cerdas dalam hal IQ tanpa diiringi kecerdasan bersikap dan berperilaku, maka hal ini menandakan buruknya kualitas pendidikan kita. Ini bukan mutlak kesalahan para guru, namun juga merupakan kesalahan kita yang belum sadar akan pentingnya memberikan keteladanan bagi generasi penerus.

Kamis, 06 Maret 2014

Dasar Periklanan


1.      Pengertian periklanan, promosi dan publikasi
·           Periklanan
Periklanan adalah aspek penyampaian pesan kreatif dari komunikator kepada komunikan.  Menurut Dun dan Barban (1978) iklan adalah bentuk komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk kepada konsumen oleh perusahaan. Sedangkan menurut Wright (1978) iklan adalah proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif.
·           Promosi
Upaya menyampaikan pesan dari yang belum dikenal menjadi lebih  dikenal. Upaya perusahaan untuk mempengaruhi para calon pembeli agar mereka mau membeli Atau menyebarkan informasi agar pembeli potensial mengetahui lebih banyak tentang produk. ( Prof. Dr. Winardi, S. E ). Kegiatannya berupa periklanan, sales promotion, publisitas dan personal selling.
·           Publikasi
Mengumumkan kepada khalayak luas tentang suatu produk, biasanya melalui pameran, bazar, bakti sosial, dan lain-lain.
Persamaan antara periklanan, promosi dan publikasi :
·           Baik iklan, promosi serta publikasi merupakan salah satu alat dalam kegiatan marketing untuk melakukan kampanye kepada publik agar pasar tahu semua keunggulan-keunggulan dari suatu produk yang ditawarkan.
·           Baik Promosi ataupun iklan,  keduanya adalah kegiatan atau aktivitas untuk membeli pelanggan. Dikatakan membeli karena pihak yang melakukan kedua aktivitas tersebut mengeluarkan biaya untuk mendatangkan pembeli bagi product yang mereka tawarkan.
·           Sama-sama mempunyai kekuatan yang sangat dashyat untuk meningkatkan penjualan secara drastis bagi sebuah produk.
Perbedaan antara periklanan, promosi dan publikasi :
·           Periklanan menyampaikan pesan untuk memberitahu atau menginformasikan (to inform) atas produk yang dibuat kepada orang lain. Mempengaruhi atau membujuk (to persuade) orang lain supaya membeli, dan menggunakan produk.
·           Bentuk sasaran yang ingin dicapai periklanan adalah mengubah jalan pikiran  (state of mind) calon konsumen untuk membeli produk.
·           Kegiatan Promosi : merangsang kegiatan pembelian ditempat (immediately stimulating purchase)
·           Promosi biayanya hanya akan dikeluarkan pada saat ada peminat dari promosi tersebut, jadi biayanya hampir selalu berbanding lurus ataupun exponensial degan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan iklan biayanya keluar di awal.

2.      Iklan memang menjadi alat komunikasi yang penting bagi produsen atau perusahaan untuk dapat memperkenalkan produknya agar dapat di kenal oleh masyarakat. Iklan merupakan sarana komunikasi terhadap produk yang disampaikan melalui berbagai media dengan biaya pemrakarsa agar masyarakat tertarik untuk menyetujui dan mengikuti (Pujiyanto.2001:3-4). Fungsi iklan dalam pemasaran adalah memperkuat dorongan kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap suatu produk untuk mencapai pemenuhan kepuasannya.
Tujuan adanya iklan :
·      Memperkenalkan identitas produk yang diinformasikan dan menjelaskan perbedaan
produk dengan yang lain.
·      Mengkomunikasikan konsep produk, yaitu manfaat dan kelebihannya dari segi
fungsional, psikologis, atau nilai pasar sasaran.
·      Mengarahkan pemakaian produk baik yang lama atau yang baru kepada pasar sasaran.
·      Memberitahukan tempat penjualan atau pembelian untuk merangsang distribusi yang lebih luas.
·      Meningkatkan penjualan yang berarti pula produk meningkat.
·      Membangun citra produk dan menjaga kemampuan posisi produk dalam pandangan
pasar sasaran.
·      Menghadapi dan mengatasi masalah saingan antar produk.

Hubungan iklan dengan ilmu komunikasi :
Menurut Wright, iklan merupakan suatu proses komunnikasi, sebagai alat pemasaran produk, memberikan layanan serta gagasa dalam informasi persuasif. Teknik komunikasi dapat diartikan  teknik komunikator dalam menyampaikan pesan kepada komunikan, ketika komunikasi itu berhubungan dengan iklan, maka pesan yang disampaikan  tersebut berupa informasi mengenai keberadaan suatu produk.
Jika  ditinjau dari segi pernyataan, iklan bertujuan untuk memberi tahu dan merubah sikap, pendapat atau perilaku masyarakat, jadi iklan bersifat informatif dan persuasif.
Dikatakan informatif, karena kegiatan komunikasi yang dilakukan bertujuan untuk menginformasikan dan menjelaskan sesuatu. Jika dihubungkan dengan iklan, maka isi dari pesan tersebut berupa informasi tentang keberadaan sebuah produk, dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada khalayak, dan membuatnya mengerti maksud dari pesan tersebut..
Dikatakan persuasif, karena kegiatan komunikasi dimaksudkan untuk mempengaruhi seseorang agar terjadi perubahan baik sikap maupun perilaku. Komunikasi persuasif melibatkan kondisi psikologis individu, membuatnya terpengaruh, dan mengikuti pesan komunikator. Dalam proses ini tidak ada paksaan dari pihak manapun, melainkan kemauan dari diri individu itu sendiri. Iklan dapat mempengaruhi khalayak dengan beragam cara agar mereka mau membeli dan menggunakan produk yang diiklankan  tersebut.



3.      Brand (merek) adalah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasi hal-hal tersebut yang ditujukan untuk mengidentifikasi atau mendeferensiasi barang atau layanan penjualan lain.(Kotler, 2000)
Fungsi Brand  bagi konsumen :
·         Memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan konsisten
·         Mnyediakan informasi tentang produk dan tempat membeli
·         Peningkatan inivasi produk guna mencegah peniruan
Fungsi Brand bagi penjual :
·         Memudahkan penjual mengolah psabab
·         Memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan produk
·         Untuk menarik sekelompok pembeli yang setia

4.      Top of mind awareness (TOMA) atau yang sering disingkat Top of mind (TOM), adalah nama suatu merek atau Brand yang disebutkan pertama kali oleh seseorang, berada pada posisi yang istimewa. Dalam pengertian sederhana, merek tersebut menjadi pimpinan dalam benak konsumen tersebut dibandingkan nama merek-merek lain (Aaker, 1991:62). 
Maksudnya begini : merk apa yang pertama kali melintas di benak Anda ketika saya meyebut kategori produk ponsel? Atau merk apa yang langsung muncul di kepala Anda ketika saya menyebut produk sepeda motor? Top of mind adalah merk yang pertama kali muncul dalam benak Anda ketika ada pertanyaan seperti itu. Misal dalam kasus ponsel tadi, kemungkinan yang akan menjadi top of mind adalah Nokia. Sementara dalam kasus sepeda motor, respon pertama yang akan muncul biasanya adalah merek Honda.
Top of mind mencerminkan nilai Mind share dari customer, yaitu  mencerminkan kekuatan merek tertentu di dalam benak konsumen dari kategori produk tertentu. Merek tersebut berada relatif terhadap merek-merek pesaingnya. Semakin tinggi nilai mind share dari suatu merek, maka akan semakin kuat merek tersebut.
Sebab pengiklan ingin mencapai top of mind
Pengelola merk atau brand tentu berharap agar semua brand produknya bisa masuk kategori top of mind. Hal ini terlihat kegunaannya ketika konsumen melakukan pembelian barang-barang yang planned purchase dan high-involvement. Lebih lanjut apabila konsumen tersebut “malas” untuk melakukan pencarian informasi untuk melakukan komparasi. Maka, ketika customer tersebut melakukan pembelian, kemungkinan besar merek yang akan dicarinya adalah merek-merek yang menancap kuat dalam benaknya. Dan alhasil produknya akan laku keras karena banyak dikenal di kalangan masyarakat luas.
Untuk mencapai awareness pada level top of mind brand awareness terdapat berbagai cara. Salah satu caranya adalah menyampaikan pesan secara proaktif ke pasar atau target audience. Pesan yang disampaikan tersebut kemudian haruslah secara kreatif menimbulkan kesan yang positif dan tidak membosankan. Melalui pendekatan integrated marketing communication, kita mengetahui bahwa pesan yang harus disampaikan itu dapat melalui media yang berbeda-beda dan pendekatan yang berbeda pula. Cara lain yang dapat digunakan untuk mencapai top of mind brand awareness tersebut adalah dengan mengidentifikasi calon pembeli yang paling potensial terhadap produk kita, kemudian tetap berkomunikasi dengan mereka secara konsisten baik melalui telepon atau email.

5.      Analisis tema iklan rokok Sampoerna A Mild
       

        

Tema dalam iklan rokok di atas tidak berubah dari zaman dulu hingga sekarang, yaitu “Bukan Basa-basi” dengan tagline “Tanya kenapa?”



Analisis iklan :
·         Masing-masing iklan A Mild bermuatan kritik sosial sesuai dengan situasi dan konnteks budaya kontemporer yang bertujuan memperbaiki perilaku manusia khususnya masyarakat Indonesia.
·         Teks-teks iklan A Mild selalu memancing pertanyaan yang bersifat brainwashing dengan tagline “Tanya Kenapa?”. Hal  ini dimaksudkan untuk mengajak masyarakat berintrospeksi dan kontemplasi apa yang terjadi di masyarakat.
·         Logo A Mild selalu menggunakan tema “Bukan Basa-basi”. Ini dimaksudkan memberikan suatu nuansa makna yang hakiki bahwa A Mild jujur dalam masalah citra rokok.
·         Secara keseluruhan, iklan A mild sangat membantu menyadarkan masyarakat yang sedang ber-euphoria politik untuk kembali ke jalan yang benar “Tanpa Basa-basi” dan tidak usah ber “Tanya Kenapa” harus kembali ke jalan yang benar.
·         Melalui iklan-iklan tersebut, Sampoerna A Mild mengajak  konsumennya untuk tidak ragu bersikap kritis terhadap berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat.