Kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar tradisi
pemikiran Karl Marx yang masuk sebagai pendiri sosiologi beraliran Jerman.
Gagasan awal tentang Marx tidak pernah lepas dari pemikiran Hegel. Hegel
memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx, bahkan Karl Marx muda menjadi seorang idealisme
(bukan materialisme) justru dari pemikiran-pemikiran radikal Hegel tentang
idealisme. Adapun kemudian Marx tua
menjadi seorang materialisme disebabkan oleh pengalaman pribadi manusia dalam
prosesnya dengan konteks social yang dialami oleh Marx sendiri.
Menurut Ritzer (2004: 26), pemikiran Hegel yang paling utama dalam
melahirkan pemikiran-pemikiran tradisional konflik dan kritis adalah ajarannya
tentang dialektika dan idealisme. Dialektika adalah cara berpikir dan citra
tentang dunia. Sebagai cara berpikir, dialektika menekankan arti penting dari
proses , hubungan, dinamika, konflik, dan
kkontradiksi, yaitu cara-cara berpikir yang lebih dinamis. Di sisi lain, dialektika adalah pandangan
tentang dunia bukan tersusun dari struktur yang statis, tetapi berdiri dari
proses, hubungan, dinamika konflik, dan kontradiksi. Pemahaman dialektika
tentang dunia semacam inilah (terutama melihat dunia sebagai bagian yang
berhubungan satu dengan lainnya) di kemudian hari melahirkan gagasan-gagasan
tentang komunikasi seperti apa yang dikemukakan Jurgen Habermas dengan tindakan
komunikatif (interaksi).
Hegel juga dikaitkan dengan filsafat idealisme yang lebih mementingkan pikiran dan produk mental
daripada kehidupan material. Dalam bentuknya yang ekstrem, idealisme menegaskan
bahwa hanya konstruksi pikiran dan psikologis-lah yang ada, idealisme adalah
sebuah proses yang kekal dalam kehidupan menusia, bahkan ada yang berkeyakinan
bahwa proses mental tetap ada walaupun kehidupan sosial dan fisik sudah tidak
ada lagi. Idealisme merupakan produk berpikir yang menekankan tidak saja pada
proses mental, namun juga gagasan-gagasan yang dihasilkan dari proses mental
itu (Ritzer: 2004).
Pemikiran-pemikiran Habermas sendiri termasuk
dalam kelompok kritis. Habermas sendiri menamakan gagasan-gagasab sebagai
rekonstruksi materialisme historis.
Habermas bertolak dari pemikiran Marx, seperti potensi manusia, spesies makhluk,
aktivitas yang berperasaan. Ia mengatakan bahwa, Marx telah gagal membedakan
antara dua komponen analitik yang berbed, yaitu kerja (atau tenaga kerja,
tindakan rasional-purposif) dan interaksi (atau aksi komunikatif) sosial (atau
simbolis). Di antara kerja dan interaksi sosial, Marx hanya membahas kerja saja
dengan mengabaikan interaksi sosial. Jadi, menurut Habermas, Marx hanya
mengambil perbedaan antara kerja dan interaksi sosial sebagai titik awalnya. Di
sepanjang tulisannya, Habermas menjelaskan perbedaan ini, meski ia cenderung
menggunakan istilah tindakan (kerja) rasioal-purposif dan tindakan
komunikatif (interaksi) (Ritzer, 2004: 187). Dalam The Theory of
Communication Action, ia menyebut tindakan komuniktif ni sebagai bagian dari dasar-dasar ilmu sosial
dan teori komunikasi (Habermas, 1996).
Selama tahun 1970-an Habermas memperbanyak
studinya mengenai ilmu sosial dan mulai menata ulang teori kritik sebagai teori
komunikasi. Tahap kunci dari perkembangan ini termuat dalam kumpulan studi yang
ditulis bersama Niklas Luhmann, yaitu Theori
der Gesellschaft der Sozialtechnologie (1971); Legitimatios probleme des
Historischen Materialisus (1976) (Kuper and Kuper, 2000: 424).
Sumbangan pemikiran juga diberikan oleh John
Dewey, yang sering disebut sebagai the first philosopher of communication (Riger,
1986) itu dikenal hingga kini dengan filsafat pragmatik-nya, suatu keyakinan
bahwa sebuah ide itu benar jika ia berfungsu dalam praktik. Pragmatisme menolak
dualisme pikiran dan materi, subjek dan objek (Ibrahim, 2005: xiii). Jadi,
gagasan-gagasan seharusnya bermanfaat bagi masyarakat, pesan-pesan ide harus
tersampaikan dan memberi kontribusi pada tingkat perilaku orang. Pesan ide
membentuk tindakan dan perilaku di lapangan.
Dengan demikian, sejarah sosiologi komunikasi
menempuh dua jalur. Bahwa kajian dan sumbangan pemikiran Auguste Comte,
Durkheim, Talcott Parson dan Robert K. Merton merupakan sumbangan paradigma
fungsional bagi lahirnya teori-teori komunikasi yang beraliran
struktural-fungsional. Sedangkan sumbangan-sumbangan pemikiran Karl Marx dan
Habermas menyumbangkan paradigma konflik bagi lahirnya teori-teori kritis dalam
kajian komunikasi.
Sosiologi sejak awal telah menaruh perhatian
pada masalah-masalah yang ada hubungan dengan interaksi sosial antara seseorang
dengan orang lainnya. Apa yang disebutkan oleh Comte dengan “social dynamic”,
“kesadaran kolektif” oleh Durkheim, dan “interaksi sosial” oleh Marx serta
“tindakan komunikatif” dan “teori komunikasi” oleh Habermas adalah awal mula
lahirnya perspektif sosiologi komunikasi. Bahkan melihat kenyataan semacam itu,
maka sebenarnya gagasan-gagasan perspektif sosiologi komunikasi telah ada
bersamaan dengan lahirnya sosiologi itu sendiri baik dalam perspektif
struktural-fungsional maupun perspektif konflik.
Saat ini perspektif teoritis terkait sosiolohi
komunikasi bertumpu pada kajian sosiologi mengenai interaksi sosial dan semua
aspek yang bersentuhan dengan fokus
kajian tersebut.
Referensi :
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi. Surabaya: Kencana. 2006
Referensi :
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi. Surabaya: Kencana. 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar