Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat
fundamental dalam kehidupan umat manusia. Kebutuhan manusia untuk berhubungan
dengan sesamanya, diakui oleh hampir semua agama telah ada sejak masa Adam dan
Hawa.
Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan untuk
mengetahui hasrat orang lain, merupakan awal keterampilan manusia berkomunikasi
secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan
kemapuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa
verbal.
Kapan manusia mulai mampu berkomunikasi dengan manusia
lainnya, tidak ada data autentik yang dapat menerangkan tentang hal itu. Hanya
saja diperkirakan bahwa kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain
secara lisan adalah peristiwa yang berlangsung secara mendadak. Everett M.
Rogers menilai peristiwa ini sebagai generasi pertama kecakapan manusia
berkomunikasi sebelum mampu mengutarakan pikirannya secara tertulis.
Perkembangan komunikasi
antarmanusia tidak terlepas dari pengaruh naluri kemanusiaan itu sendiri. untuk
bertahan hidup manusia membutuhkan manusia yang lainnya untuk saling membantu.
Sementara pada tahapan saling memberikan bantuan inilah proses komunikasi akan
sangat dibutuhkan, maka komunikasi antar manusia dibagi menjadi tiga tahapan
zaman yaitu sebagai berikut :
·
Zaman tanda dan
isyarat
Merupakan yang paling
awal dalam sejarah perkembangan manusia dan muncul jauh sebelum nenek moyang
manusia dapat berjalan tegak. Dalam berkomunikasi satu sama lain, peran insting
(meskipun masih sangat rendah) sangatlah penting. Proses komunikasi manusia
lebih berdasarkan insting dan bukan rasionya. Perkembangan penting komunikasi
dalam era ini adalah digunakannya bahasa tanda dan isyarat sebagai alat
komunikasi. Munculnya tanda dan isyarat sebagai alat komunikasi berasal dari
penyempurnaan penggunaan suara (geraman, tangisan, dan jeritan) sebagai alat
komunikasi.
·
Zaman Bahasa
Lisan
Zaman komunikasi lisan
ini berjalan kira-kira 300.000 sampai 200.000 tahun SM. Era ini juga ditandai
dengan lahirnya embrio kemampuan untuk berbicara dan berbahasa secara
terbata-bata dalam kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu, manusia pada
zaman ini sering disebut dengan homosapiens. Ketika kita berbicara, kita
sebenarnya sedang berperilaku. Ketika kita melambaikan tangan, tersenyum,
bermuka masam, menganggukkan kepala, atau memberikan suatu isyarat, kita juga
sedang berperilaku. Sering perilaku-perilaku ini merupakan pesan-pesan,
pesan-pesan itu kita gunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada orang lain.
·
Zaman Tulisan
Pada massa ini adalah
masa penggunaan pesan melalui gambar-gambar yang disebut: pictographic,
kemudian diperkenalkannya system bunyi ujaran dalam bentuk phonetic, dan
terakhir diperkenalkannya huruf-huruf hiroglif (yang terdapat dalam peradaban
mesir kuno). Pada masa ini ketiga tradisi penulisaan itu dinilai sangat tinggi
dalam peradaban manusia dan dianggap sebagai lambang-lambang pesan yang
bersifat permanen. Maka banyak teknik penulisan sejarah pada masa modern ini
yang sebenarnya itu mengikuti kebiasaan hidup manusia pada masa tersebut.
Kesamaan itu juga terlihat yang dilakukan oleh suku-suku Indian di Amerika
Utara yang mencatat berbagai peristiwa peperangan, nyanyian-nyanyian heroic,
lagu-lagu rakyat, catatan ramuan pengobataan, serta kebiasaan hidup lainnya
yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
Pada awalnya, sebelum
menjadi ilmu komunikasi, istilah yang muncul adalah Jurnalistik (Journalism),
dalam buku Pengantar Ilmu komunikasi dan Jurnalistik dikatakan bahwa pada tahun
1986 seorang mantan panglima pada perang saudara di Amerika Serikat yang
kemudian menjadi rector pada Washington College Robert E. Lee menganjurkan agar
tiap tahun disediakan beasiswa untuk 50 orang pemuda untuk studi jurnalistik.
Kemudian ada lagi seorang
wartawan Joseph Pulitzer yang mempunyai cita-cita mendirikan School of
Journalism yang akhirnya mendapat tanggapan positif dari Rektor Havard
University, yaitu Charles E. Elliot, dan Rektor Columbia University, yaitu
Nicholas Murray Butler. Dan kemudian akhirnya berdirilah School of Journalism,
akan tetapi setelah diteliti ternyata journalism tidak hanya mempelajari serta
meneliti yang berhubungan dengan bidang jurnalistik saja, akan tetapi juga yang
berhubungan dengan produk-produk media massa.
Dengan perkembangan
teknologi dan dengan dikemukakannya radio pada tahun 1920, film, televisi (pada
tahun 1948) maka studi Jurnalistik di Amerika Serikat tidak hanya mempunyai
obyek pers saja akan tetapi berkembang obyek studinya menjadi pers, radio,
film, dan televise karena itu Journalism berkembang menjadi Mass Communication.
Istilah mass communication inilah yang kemudian diakui lebih tepat untuk
digunakan sebab, mass communication ini mencakup keseluruhannya, yaitu tidak
saja kegiatan jurnalistik tetapi juga karya-karya lainnya yang disiarkan
melalui media massa.
Dari penelitian
beberapa sarjana antara lain Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson, Elihu Katz dan
Wilbur Schramm dan lain-lain maka ternyata bahwa pengaruh mass communication
(media masa) dalam merubah pendapat, sikap dan perilaku komunikan tidak cukup
besar. Mass Communication atau komunikasi massa hanya berfungsi sebagai penguat
atau memperteguh opini, di mana antara lain dijelaskan bahwa setiap orang atau
komunikasi sudah mempunyai predisposisi sendiri, selain itu komunikan tidak
bersifat pasif akan tetapi dalam komunikasi, komunikan justru berifat aktif
sehingga komunikan juga bersifat selektif terhadap message yang diterima dari
media massa.
Akan tetapi, pada
perkembangan selanjutnya, ternyata istilah mass communication dirasa tidak
tepat lagi, karena ternyata tidak merupakan proses yang total. Dari hasil
penelitian para ilmuan antara lain adalah Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson,
Hazel Gaudet, menunjukkan bahwa gejala social akibat media massa hanyalah
merupakan satu tahap saja, padahal menurut mereka ada tahap selanjutnya yaitu
meneruskan pesan dari media massa dengan melalui mulut ke mulut yang dampaknya
justru sangat besar.
Masuknya ilmu
komunikasi di Indonesia sebenarnya melalui dua jalur, yaitu jalur Eropa
(Jerman) dan Amerika Serikat. Di Eropa ilmu komunikasi yang berkembang dikenal
dengan istilah Ilmu Publisistik sedangkan di Amerika terkenal dengan istilah
Komunikasi Massa. Ilmu Publisitik dan Komunikasi Massa dibawa oleh beberapa
tokoh Indonesia dan kemudian mengembangkannya di Perguruan tinggi, antara lain
adalah Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Dr.
Mustopo pada tahun 1960-an. Kemudian bertambah lagi dengan datangnya dua orang
pakar dalam bidang kajian ini, yaitu Dr. Phil. Astrid S. Susanto dari Jerman
Barat (1964) dan Dr. M Alwi. Dahlan dari Amerika Serikat (1967).
MAAF SAY NUMPANG PROMO HARGA SPESIAL TERBARU 2015 BERBAGAI MACAN MEREK HENDPHONE>SAMSUNG>BLACKBERRYNOKIA>ASUS>LENOVO>ADVAN>SMARTFREN>OPPO>ACER>TOSHIBA>NIKON>DELL>CANON>XIOMI>DLL TERPERCAYA>100% BEBAS RESIKO BEBAS PENIPUAN (Info Pemesanan)CALL/SMS:085757299675>PIN BBM: (24C4A399) WEB>WWW.NABILA-SAIRA-SHOP.BLOGSPOT.COM
BalasHapus