Bekerja adalah kewajiban setiap orang, baik muslim maupun non muslim. Sebagai umat muslim, setiap pekerjaan yang baik akan dilakukan dengan mengharap ridho Allah.
Bekerja adalah fitrah yang sekaligus merupakan
salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada
prinsip-prinsip tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi
sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai ‘abdullah (hamba Allah),
yang mengelola alam semesta.
Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia,
maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mau
mendayagunakan seluruh potensi itu menentang fitrahnya sendiri. Bahkan
menurunkan derajatnya sebagai hammba Allah yang mulia.
Islam menempatkan budaya kerja bukan hanya
sekedar sisipan atau perintah sambil lalu, tetapi menempatkannya sebagai tema
sentral dalam pembangunan umat. Bekerja dalam takaran agama Islam adalah sama
dengan pernyataan syukur kepada Sang Pencipta, bahkan bekerja adalah setara
dengan berjuang fisabilillah.
Bekerja untuk mencari karunia Allah, menjebol
kemiskinan, meningkatkan taraf hidup dan martabat serta harga diri merupakan
nilai ibadah yang esensial. Konotasi dan pengertian bekerja hendaknya jangan
ditafsirkan sebagai penerima upah tanpa memiliki prestasi apapun. Sejatinya, bekerja adalah segala aktivitas
dinamis yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani).
Dan di dalam mencapai tujuan tersebut seorang pekerja berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi
yang terbaik sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah.
Hampir di setiap sudut kehidupan, kita akan
menyaksikan begitu banyak orang yang bekerja. Mulai dari salesman yang hilir
mudik menawarkan barang dagangannya, guru yang tekun berdiri di depan kelas
untuk menyalurkan ilmunya, polisi yang mengatur lalu lintas di tengah hujan
bahkan sengatan terik matahari, serta segudang profesi lainnya.
Walau demikian, tidak semua aktivitas manusia
dapat dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan. Karena di dalam makna pekerjaan
terkandung tiga aspek yang harus dipenuhinya secara nalar. Pertama, aktivitas
yang dilakukan berdasarkan dorongan tanggung jawab (motivasi). Kedua, kegiatan
tersebut dilakukan atas dasar kesengajaan. Terakhir, apa yang dilakukannya
mengandung arah dan tujuan yang luhur.
Islam tidak hanya agama langit, tetapi
sekaligus agama yang membumi. Itulah sebabnya, penghargaan Islam terhadap
budaya kerja bukan hanya sekedar pajangan alegoris, penghias retorika, pemanis
bahan pidato, yang indah dalam pernyataan tetapi kosong dalam kenyataan.
Menurut Quraish Shihab, ibadah adalah kerja
dan kerja adalah ibadah. Tetapi perlu diingat bahwa kerja atau amal yang
dituntut-Nya bukan asal kerja, tetapi kerja yang saleh atau amal saleh. Namun demikian, kita harus mau merubah cara
pandang kita tentang pekerjaan, bahwa tidak semua pekerjaan itu bernilai ibadah, misalnya, bekerja sebagai
“pekerja dunia malam.”
Ibadah itu adalah hal yang sifatnya spiritual.
Tidak selamanya ibadah hanya berhubungan dengan Allah saja, tetapi ibadah juga
berhubungan dengan manusia dan alam sekitar. Suatu pekerjaan akan bernilai
ibadah apabila bernilai transendental dan memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu.
Pertama, pekerjaan itu harus didorong oleh niat mencari
ridho Allah. Jika tidak demikian, maka pekerjaan itu tidak akan bernilai
ibadah. Kedua, pekerjaan itu akan bernilai ibadah apabila berorientasi
pada kualitas atau mutu. Ketiga, pekerjaan yang bernilai ibadah haruslah
dikerjakan secara profesional, dalam arti harus dilengkapi dengan ketrampilan
yang memadai. Terakhir, kerja itu bernilai ibadah apabila dilakukan
dengan penuh kedisiplinan.
Kecenderungan Pekerja Masa Kini di Negeri Kita
Di era transformasi budaya seperti saat ini,
para pekerja cenderung menonjolkan hasrat duniawi dan melupakan sisi
spiritualitas, apalagi mencari ridho Allah. Hal itu terbukti dengan tuntutan
buruh kepada pemerintah dan pengusaha yang disampaikan dalam rangka
memperingati Hari Buruh sedunia baru-baru ini. Tuntutan itu hampir tidak bisa
dinalar, pantaskah para buruh tak hentinya menuntut upah lebih kepada para
pengusaha? Tambahan uang koran, pulsa, hingga parfum?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar