Rabu, 16 April 2014

Sepotong Episode



“Sebuah karya akan memicu inspirasi. Teruslah berkarya. Jika Anda berhasil, teruslah berkayra. Jika Anda gagal, teruslah berkarya. Jika Anda tertarik, teruslah berkarya. Jika Anda bosan, Teruslah berkarya.” (Michael Crichton, Jurasic Park)
 


Sabtu, 21 Agustus 2010
“Langit mendung sore ini menjadi saksi pertemuan kita. Di bawah guyuran hujan rintik-rintik yang syahdu. Akhirnya karang es di hatimu mencair juga. Selama ini ku tunggu dalam sebuah penantian panjang yang hampir tak berujung, namun nampaknya Tuhanku punya rencana yang tak ku nyana. Kau masih seperti dulu, tak berubah sedikitpun. Wajahmu yang teduh masih saja begitu, tatapan matamu yang sayu yang selalu menggetarkan tiap sudut hatiku kala ku memandangnya.   
Itulah cuplikan isi buku diaryku. Aku ingat jelas, pertama kalinya aku menuliskan kisah hidupku pada lembaran kertas merah jambu itu. Lembaran yang akan merangkai setiap episodenya menjadi sebuah cerita utuh yang terkenang sepanjang masa.
Bagiku, banyak hal yang tak terucap bibir, namun ia akan menjadi lukisan pena yang indah di atas kertas. Lukisan itu akan mewakili perasaan terdalam yang tak dapat tergambar oleh bahasa tubuh. Ia merupakan sepenggal sajak nurani yang membelenggu sang empunya namun tak sanggup untuk diungkap.
Pada dasarnya aku terlahir sebagai orang yang pemalu. Maka, sulit bagiku untuk mengungkapkan sebuah perasaan tertentu yang sedang menguasaiku. Terkadang bila tak terungkap, hal ini akan terus mengganjal dan menyiksa batinku. Oleh karenanya sejak itulah mulai ku tuliskan penggalan-penggalan episode istimewa dalam hidupku.
Sama halnya ketika aku mulai tertarik dengan dunia kepenulisan. Pada awalnya aku menuliskan hal-hal sederhana yang berangkat dari ide yang sederhana pula. Motivasi terbesarku adalah karena aku ingin menuangkan hal-hal yang tak sanggup ku ungkapkan secara verbal. Terlebih juga agar gagasan yang ada dalam benakku tertuang dengan apik dan riil.
Aku punya sebuah mimpi untuk menjadi penulis ternama suatu saat nanti. Dan untuk mencapainya hanya ada satu hal yang bisa mewujudkannya, yaitu MENULIS! Menulis itu menyenangkan, ia hanya soal kemauan. Selama ada kemauan pasti akan muncul kemampuan.
Melalui tulisan kita bisa menuangkan segala macam gagasan yang menumpuk dalam benak kita menjadi sebuah tulisan yang bisa dibaca banyak orang. Kita tak hanya menikmati hasilnya sendiri. Melalui sebuah tulisan kita bisa berbagi cerita kepada orang yang membacanya.
Bagiku menulis adalah sebuah sarana untuk berbagi. Aku menikmati setiap jengkal kata dan kalimat yang ku rangkai untuk disuguhkan pada orang lain. Aku merasa bahwa tulisan terkadang lebih efektif untuk menyampaikan sebuah pesan ketimbang berbicara secara langsung. Dengan diksi yang tepat maka pesan yang termuat di dalamnya akan tersampaikan dengan baik.
Menulis akan menjadi sulit mungkin ketika kita kehabisan ide. Oleh karena itu, agar tak  kehabisan ide, banyaklah membaca buku, karena buku adalah sumber ilmu yang tak lekang oleh waktu. Apalagi status kita yang menjadi mahasiswa saat ini, pasti tak pernah luput dengan kegiatan menulis. Berawal dari terpaksa mungkin, namun tentunya akan menjadi terbiasa.
Menulis juga merupakan nikmat tersendiri bagi orang yang menekuninya. Ia akan memperoleh kepuasan batin di dalamnya. Banyak orang yang menjadikan rasa malas sebagai penyebab ketidak berdayaannya dalam menulis. Rasa mala situ pada dasarnya diri kita sendirilah yang menciptakannya. Buang rasa mala situ jauh-jauh, kalau tidak ia hanya akan terbaring nyenyak di  pikiran dan perasaan kita.
Hambatan lain yang dihadapi ketika menulis adalah perasaan takut salah. Salah itu biasa, wajar dan sangat manusiawi. Dalam melakukan proses menulis jangan pernah berpikir takut salah, takut hasilnya jelek atau apapun sejenisnya. Menulis adalah sebuah ketrampilan, maka harus sering dilatih dengan terus menulis.
Semakin sering menulis maka akan semakin terlihat hasilnya. Sekali lagi jangan berpikir tentang hasil yang jelek atau bagus. Alirkan saja idemu dalam tulisan. Segeralah menulis. Tak perlu pikir panjang. Lakukan sekarang dan temukan nikmatnya menulis. Selamat berlatih.

Infotainment: Tayangan Nonfaktual


Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sepakat bahwa infotainment bukanlah berita. Produk infotainmet tidak bisa dimasukkan dalam kategori karya jurnalistik. Menurut salh satu pengajar di Jurusan Komunikasi, Universitas Gadjah Mada, Ana Nadya Abrar, sebagaimana dilansir www.vivanews.com Jumat, 23 Juli 2010, menegaskan bahwa tayangan infotainment tidak dapat dikategorikan sebagai berita. Menurutnya, infotainment tidak memenuhi tiga syarat laporan jurnalistik, relevan, penting, dan menyentuh.
Berita infotainment tidak relevan untuk kehidupan banyak orang, pun juga tidak menyangkut kepentingan banyak orang. Infotainment hanya memenuhi syarat menyentuh perasaan khalayak. Infotainment adalah tayangan informasi yang bersifat menghibur yang dibuat untuk menarik banyak pemirsa untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Selama ini produk infotainment masih kontroversial. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berpendapat infotainment adalah karya jurnalistik. Para pemburu beriga “gosip” infotainment pun bisa masuk menjadi anggota PWI. Kebalikannya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menolaknya. Menurut AJI, infotainment bukan berita karena proses pembuatannya tidak dilakukan menggunakan kaidah jurnalistik yang benar.
Dalam sebuah desertasi yang berjudul “Relasi Kekuasaan dalam Budaya Industri Televisi di Indonesia, Studi Budaya Televisi  pada Program Infotainment,” untuk memperoleh gelar Doktor UI, Mulharnetti Syas menyimpulkan program infotainment tidak dapat disebut karya jurnalistik, dan praktisi yang memproduksinya bukanlah wartawan. Sementara dalam literatur lain yang berjudul “That’s Infotainment” (30/04/2001), mahaguru The School of Communication at American University, Matthew C Nisbet, menyatakan bahwa infotainment sebagai softjournalism, yang liputannya meliputi berita sensasional tentang selebritas, kriminal, dan paranormal.
Dalam beberapa kasus, produk infotainment jelas-jelas tidak menginndahkan kode etik jurnalistik. Selain cara memperoleh berita yang sering melanggar prinsip jurnalisme, substansinya pun tidak memenuhi kelayakan berita.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menuliskan dalam bukunya yang berjudul The Elements of Journalism, ada sepuluh elemen yang harus dipenuhi dalam kerja jurnalisme, yaitu:
Pertama, kewajiban pertama jurnalisme adalah kepada kebenaran. Dalam infotainment berita yang disajikan kepada khalayak terkadang tidak berlandaskan pada fakta yang terjadi, namun lebih sering berupa isu, rumor dan sejenisnya.
Kedua, loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga. Jika ditilik, berita yang disajikan infotainment tidaklah berdasar kepentingan warga, melainkan hanya sekedar memberikan bahan hiburan dan berpijak pada kepentingan perusahaan.
Ketiga, esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Yang harus menjadi fokus utama dalam pemberitaan jurnalisme haruslah apa yang terjadi sebenarnya, namun dalam tayangan infotainment terkadang yang menjadi pemberitaan adalah sesuatu yang diada-adakan.
Keempat, jurnalis harus menjaga indepedensi dari liputannya. Seorang jurnalis harus menjaga jarak personal, agar ia dapat melihat dengan jelas dan membuat penilaian independen dari hal yang diberitakan. Bukan malah memanfaatkan kedekatan personal dengan yang menjadi objek pemberitaannya untuk membuat sebuah berita sensasional.
Jika ditilik dari segi bahasa, infotainment berasal dari dua kata yaitu, information dan entertainmment. Jadi jelaslah apa yang disajikan infotainment hanyalah berupa tayangan yang bersifat menghibur, yang jelas bukan termasuk dalam kategori berita.
Menurut sosiolog Musni Umar, walau terkadang mengundang kontroversi, tayangan infotainment bisa juga menjadi pelajaran. Contohnya pada kasus video porno artis yang tersebar luas, ada efek jera yang bisa diambil.
Meskipun infotainment dikategorikan sebagai tayangan nonfaktual, penayangannya masih tetap diperbolehkan. Namun tentunya kita sebagai masyarakat harus lebih cerdas memilih tayangan yang akan ditonton, apakah tayangan hanya berupa hiburan dan mana tayangan yang bersifat mengedukasi.

Selasa, 01 April 2014

Merangkai Kata



“Menulis itu gampang!,” begitulah kalimat yang sering digembar-gemborkan banyak orang, mulai dari guru SD hingga para penulis ternama. Kesemuanya bertujuan memotivasi kita untuk menyelami dunia tulis-menulis.
Tak salah memang, toh nyatanya di era digital ini banyak orang yang sudah akrab dengan dunia yang satu ini. Seiring berkembangnya teknologi informasi khususnya internet, kini kegiatan menulis menjadi semakin mudah. Banyak situs web yang menawarkan kemudahan untuk mengekspresikan diri melalui tulisan, facebook dan twitter misalnya. Kedua situs ini sangat digandrungi oleh banyak orang karena kemudahan pengaksesannya. Kini, dimanapun dan kapanpun, setiap orang yang memiliki akun di kedua situs ini dapat mengekspresikan dirinya lewat status yang mereka post-kan.
Namun sayangnya, kebanyakan dari mereka hanya sekedar menuliskan hal-hal yang berkaitan dengan perasaan, situasi dan kondisi diri mereka saat itu. Atau bisa juga disebut dengan tulisan recehan, seperti “Aku seneng banget deh hari ini, makasih ya sayang udah ngajak aku jalan2.” Jika menilik kalimat “menulis itu gampang!,” rasanya memang sudah tepat dengan apa yang terjadi dewasa ini seperti contoh di atas, sederhana bukan?
Namun, jika diselami lebih dalam, saya rasa bukan ‘menulis’ seperti itu yang dimaksudkan. Mungkin akan lebih relevan jika kata menulis ini ditujukan untuk suatu kegiatan menuangkan ide atau gagasan tentang suatu hal ke dalam bentuk tulisan, atau biasa dikenal dengan istilah mengarang. Dari kegiatan mengarang inilah akan dihasilkan suatu karangan apik yang berwujud puisi, pantun, cerpen, novel, artikel, dan lain sebagainya.
Menulis tak selamanya berlatar belakang karena hobi, namun bisa juga karena kebiasaan, minat, bahkan mungkin juga warisan. Saya ingat betul pertama kalinya bersentuhan dengan dunia ini. Dunia yang dulunya menurut banyak orang membosankan. Namun tidak bagi saya.
Kegemaran saya membaca dan dorongan dari Ayah saya yang menjadi seorang juru tulis kala itu, membuat saya tertarik dan tertantang untuk menggeluti dunia ini. Saat itu saya masih duduk di bangku kelas 4 SD. Berawal dari adanya majalah dinding kosong di depan kelas, saya mencoba menuliskan puisi dan menempelkannya di sana. Sungguh di luar dugaan, ternyata apa yang saya lakukan mendapatkan sambutan yang baik dari guru dan teman-teman saya. Banyak pujian yang saya dapatkan dari sana. Dan akhirnya saya dipercaya untuk menjadi pimpinan redaksi majalah dinding di sekolah sampai saya lulus dari sana.
Pada saat duduk di bangku SMP, beberapa tulisan saya sempat dimuat di majalah yayasan sekolah. Kemampuan menulis saya semakin terasah ketika saya duduk di bangku Madrasah Aliyah. Saya selalu dipercaya mewakili sekolah untuk mengikuti lomba karya tulis ilmiah (LKTI) mulai tingkat kota Solo hingga provinsi Jawa Tengah. Berbagai prestasi telah banyak saya raih lewat ajang tersebut. Diantaranya, juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja tingkat SMA se-Soloraya di IAIN Surakarta tahun 2011, juara II Lomba Karya Tulis Remaja tingkat MA dan Pesantren se-Soloraya di UMS 2011&2012, yang paling berkesan adalah juara III Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja POSPEDA Jawa Tengah 2011. Selain aktif mengikuti lomba, saya juga dipercaya menjadi redaktur pelaksana buletin el qudsy yang diterbitkan oleh sekolah.
Bekal lain saya peroleh dari berbagai komunitas yang saya ikuti, seperti komunitas KETIK surakarta dan FLP solo. Tak hanya itu berbagai pelatihan jurnalistik pernah saya ikuti untuk menambah wawasan terkait seluk beluk dunia tulis-menulis.
Hal inilah yang pada akhirnya menjadi pertimbangan untuk memantapkan langkah saya menekuni dunia jurnalistik di kampus tercinta ini. Saat ini saya tengah menikmati aktivitas saya menulis artikel untuk kolom opini. Meskipun belum begitu banyak hasilnya, namun saya tetap menikmati prosesnya. Berbekal sedikit pengalaman yang ada, saya bercita-cita saalah satu tulisan saya bisa terpampang di koran nasional suatu saat nanti. 
Menulis itu gampang, tentunya jika kita sudah memiliki ide dan gambaran tulisan seperti apa yang akan kita buat. Kendala utama untuk memulai sebuah tulisan adalah idenya. Terkadang ide memang tak muncul begitu saja. Sesekali kita perlu berjalan-jalan atau mengunjungi suatu tempat hanya untuk mencari ide. Atau bisa jadi ide itu muncul ketika kita tengah asyik berdiskusi atau sekedar bercengkrama dengan kawan-kawan di teras sambil minum kopi. Dan yang paling sederhana, ide itu ada ketika kita banyak membaca buku atau referensi apapun. Dengan semakin banyak membaca, kita akan semakin banyak tahu dan akan terus merasa ingin tahu tentang berbagai hal.
Akan lebih baik adalah jika kegiatan membaca ini kemudian dilanjutkan dengan menuangkan kembali isi dari bacaan itu. Tentunya akan semakin baik jika kita mencoba memberikan komentar atau tanggapan tentang bacaan sebelumnya yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Sekali lagi ingat, menulis itu gampang, maka segeralah mencobanya. Jangan menundanya lagi, mulailah dengan hal paling sederhana yang ada disekitarmu.Temukan nikmatnya berekspresi lewat tulisan. Bagi yang ingin membaca tulisan saya, silakan klik di http://www.chellyneindra.blogspot.com. Selamat membaca dan selamat berkreasi.