Rabu, 16 April 2014

Infotainment: Tayangan Nonfaktual


Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sepakat bahwa infotainment bukanlah berita. Produk infotainmet tidak bisa dimasukkan dalam kategori karya jurnalistik. Menurut salh satu pengajar di Jurusan Komunikasi, Universitas Gadjah Mada, Ana Nadya Abrar, sebagaimana dilansir www.vivanews.com Jumat, 23 Juli 2010, menegaskan bahwa tayangan infotainment tidak dapat dikategorikan sebagai berita. Menurutnya, infotainment tidak memenuhi tiga syarat laporan jurnalistik, relevan, penting, dan menyentuh.
Berita infotainment tidak relevan untuk kehidupan banyak orang, pun juga tidak menyangkut kepentingan banyak orang. Infotainment hanya memenuhi syarat menyentuh perasaan khalayak. Infotainment adalah tayangan informasi yang bersifat menghibur yang dibuat untuk menarik banyak pemirsa untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Selama ini produk infotainment masih kontroversial. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berpendapat infotainment adalah karya jurnalistik. Para pemburu beriga “gosip” infotainment pun bisa masuk menjadi anggota PWI. Kebalikannya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menolaknya. Menurut AJI, infotainment bukan berita karena proses pembuatannya tidak dilakukan menggunakan kaidah jurnalistik yang benar.
Dalam sebuah desertasi yang berjudul “Relasi Kekuasaan dalam Budaya Industri Televisi di Indonesia, Studi Budaya Televisi  pada Program Infotainment,” untuk memperoleh gelar Doktor UI, Mulharnetti Syas menyimpulkan program infotainment tidak dapat disebut karya jurnalistik, dan praktisi yang memproduksinya bukanlah wartawan. Sementara dalam literatur lain yang berjudul “That’s Infotainment” (30/04/2001), mahaguru The School of Communication at American University, Matthew C Nisbet, menyatakan bahwa infotainment sebagai softjournalism, yang liputannya meliputi berita sensasional tentang selebritas, kriminal, dan paranormal.
Dalam beberapa kasus, produk infotainment jelas-jelas tidak menginndahkan kode etik jurnalistik. Selain cara memperoleh berita yang sering melanggar prinsip jurnalisme, substansinya pun tidak memenuhi kelayakan berita.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menuliskan dalam bukunya yang berjudul The Elements of Journalism, ada sepuluh elemen yang harus dipenuhi dalam kerja jurnalisme, yaitu:
Pertama, kewajiban pertama jurnalisme adalah kepada kebenaran. Dalam infotainment berita yang disajikan kepada khalayak terkadang tidak berlandaskan pada fakta yang terjadi, namun lebih sering berupa isu, rumor dan sejenisnya.
Kedua, loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga. Jika ditilik, berita yang disajikan infotainment tidaklah berdasar kepentingan warga, melainkan hanya sekedar memberikan bahan hiburan dan berpijak pada kepentingan perusahaan.
Ketiga, esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Yang harus menjadi fokus utama dalam pemberitaan jurnalisme haruslah apa yang terjadi sebenarnya, namun dalam tayangan infotainment terkadang yang menjadi pemberitaan adalah sesuatu yang diada-adakan.
Keempat, jurnalis harus menjaga indepedensi dari liputannya. Seorang jurnalis harus menjaga jarak personal, agar ia dapat melihat dengan jelas dan membuat penilaian independen dari hal yang diberitakan. Bukan malah memanfaatkan kedekatan personal dengan yang menjadi objek pemberitaannya untuk membuat sebuah berita sensasional.
Jika ditilik dari segi bahasa, infotainment berasal dari dua kata yaitu, information dan entertainmment. Jadi jelaslah apa yang disajikan infotainment hanyalah berupa tayangan yang bersifat menghibur, yang jelas bukan termasuk dalam kategori berita.
Menurut sosiolog Musni Umar, walau terkadang mengundang kontroversi, tayangan infotainment bisa juga menjadi pelajaran. Contohnya pada kasus video porno artis yang tersebar luas, ada efek jera yang bisa diambil.
Meskipun infotainment dikategorikan sebagai tayangan nonfaktual, penayangannya masih tetap diperbolehkan. Namun tentunya kita sebagai masyarakat harus lebih cerdas memilih tayangan yang akan ditonton, apakah tayangan hanya berupa hiburan dan mana tayangan yang bersifat mengedukasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar