Kamis, 14 Mei 2020

Reynhard Sinaga, Clickbait, dan Jurnalisme Sensasi




Chelin Indra Sushmita
Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIP UNS Solo

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan mahasiswa Indonesia, Reynhard Sinaga, terhadap 48 pria di Inggris menjadi berita paling hot, baik di Inggris maupun Tanah Air. Pemberitaan kasus pemerkosaan dengan klaim yang terbesar di Inggris memberikan pelajaran berharga sekaligus menyulut berbagai komentar serta kritikan terhadap praktik jurnalistik di Indonesia.

Sejumlah orang, termasuk kalangan peneliti, praktisi jurnalistik, hingga masyarakat awam membandingkan cara media massa di Inggris dan media massa Indonesia memberitakan kasus hukum yang menjerat Reynhard Sinaga. Sebagian dari mereka menilai cara media massa di Inggris memberitakan Reynhard Sinaga lebih elegan. Sementara kebanyakan media massa di Indonesia, khususnya berbasis online, masih saja berfokus pada perspektif pasar yang sensasional dalam memberitakan kasus pemerkosaan dengan terdakwa Reynhard Sinaga.

Kasus pemerkosaan yang dilakukan Reynhard Sinaga secara tidak langsung menunjukkan adanya ketimpangan besar dalam etika pemberitaan di dua negara berbeda, Inggris dan Indonesia. Reynhard Sinaga dijatuhi hukuman penjara seumur hidup akibat terbukti memperkosa 48 pria. Namun, dalam persidangan terbongkar pemerkosaan Reynhard Sinaga berjumlah nyaris 200 orang. Reynhard Sinaga telah ditangkap sejak 2017, namun pemberitaan tentang dirinya baru disiarkan setelah hakim menjatuhkan vonis pada Desember 2019. Cara pemberitaan media massa Inggris tentang Reynhard Sinaga pun sangat beretika dan tidak salah fokus.

Media massa di Inggris, BBC dan The Guardian menjadi yang paling banyak dijadikan rujukan di Indonesia untuk memberitakan kasus pemerkosaan Reynhard Sinaga. Namun, alih-alih membuat berita informatif, kritis, dan mencerahkan seperti BBC dan The Guardian, mayoritas media massa online di Indonesia justru melihat kasus ini sebagai suatu sensasi.

Berita soal Reynhard Sinaga menjadi trending topic di Indonesia sejak 6-16 Januari 2020. Ketika mengetik kata kunci Reynhard Sinaga di mesin pencari, maka akan keluar sederet artikel terkait dari media Indonesia yang sebgian besar bersifat clickbait. Dalam hal ini, pemberitaan sejumlah media massa di Indonesia justru mengeksplorasi hal-hal di luar konteks kasus pemerkosaan yang dilakukan Reynhard Sinaga.  Mulai dari gaya selfie ganteng, orientasi seksual, keluarga, pandangan teman-temannya, hingga potret rumahnya di Tanah Air.

Bisa dikatakan media massa online Indonesia secara tidak langsung menelanjangi sosok Reynhard Sinaga. Hal inilah yang lantas membuat sejumlah orang membandingkan perbedaan cara media Inggris dan Indonesia menulis pemberitaan tentang kasus Reynhard Sinaga.

Sejumlah media massa di Inggris seperti BBC, The Guardian, The Telegraph, bahkan media lokal Manchester Evening News, tidak menjadikan kasus Reynhard Sinaga sebagai berita murahan. Padahal, kasus yang diklaim sebagai pemerkosaan terbesar di Inggris itu memuat berbagai hal sensasional. Namun, media sekelas Daily Mail dan The Sun yang biasa menjual berita sensasional pun tidak terlalu menjadikan latar belakang Reynhard Sinaga sebagai objek pemberitaan sensasional.

Padahal, skala kasus sedemikian dahsyat yang dilakukan imigran jelas merupakan sensasi tak terbantahkan untuk mengundang klik. Apalagi Inggris merupakan tempat jurnalisme tabloid yang fokus pada sensasi lahir. Namun, unsur sensasional dalam pemberitaan media massa Inggris terkait kasus Reynhard Sinaga masih terbilang wajar.

Beberapa berita Inggris soal kasus Reynhard Sinaga yang dibaca peneliti disajikan dengan cara berbeda dari jurnalis di Indonesia. Media Inggris mendeskripsikan detail kekerasan yang dialami korban. Tetapi, deskripsi yang diberikan sangat kontekstual sehingga menunjukkan dengan jelas seberapa mengerikan peristiwa tersebut tanpa menyebut identitas korban.

Dalam hal ini, media Inggris sangat melindungi identitas korban. Sebaliknya, foto wajah pelaku dipampang jelas di headline berita. Meski demikian, media massa Inggris tidak mengulik soal latar belakang pelaku, apalagi soal orientasi seksualnya. Mereka sangat sadar kekerasan seksual tidak ada hubungannya dengan orientasi seks. Hal yang sering dibahas adalah status Reynhard Sinaga sebagai mahasiswa. Tidak ada perhatian lebih soal orientasi seksual pelaku. Bahkan, negara asal Reynhard Sinaga tidak terlalu diperhatikan.

Pemberitaan kasus Reynhard Sinaga di media Inggris sangat berbeda dengan di Indonesia. Sejumlah media massa di Indonesia justru lebih fokus membahas soal latar belakang pria kelahiran Jambi, 19 Februari 1983 tersebut. Media massa di Indonesia bukan hanya menggambarkan secara dramatis kasus pemerkosaan yang dilakukan Reynhard Sinaga dalam rentang waktu 1 Januari 2015 hingga 2 Juni 2017.

Firman Imanuddin (2020) dari lembaga peneliti media dan komunikasi, Remotivi, menilai pemberitaan tentang Reynhard Sinaga di media massa online Indonesia tidak fokus. Sejak awal dia sudah menduga akan terjadi marking alias kondisi di mana informasi ditonjolkan dan dikaitkan dengan perilaku tertentu yang secara kontekstual sama sekali tidak relevan. Meski demikian, dia menyebut pemberitaan media massa cukup melegakan. Sebab, mayoritas media Indonesia tidak terlalu jauh menyeret isu kasus pemerkosaan sesama jenis itu.

Menurutnya mayoritas media Indonesia terpengaruh konten BBC atau The Guardian yang hanya fokus pada aspek kriminal dari kasus tersebut. Tetapi, dia menyayangkan masih ada sebagian media massa yang mencoba mengembangkan kasus tersebut secara liar. Misalnya mencari keterangan dari orang tua, teman dekat, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaku demi menjual sensasi.

Kala itu, muncul beragam celotehan di Twitter yang bernada miring. Netizen mempertanyakan alasan jurnalis di Indonesia memberitakan hal-hal sensasional tentang sosok Reynhard Sinaga. Beberapa dari mereka mempertanyakan kenapa penampakan rumah Reynhard Sinaga dibahas?

Trending Topic vs Opini Publik 


Berbagai pertanyaan itu tersebar di media sosial, khususnya Twitter, yang menjelma sebagai ruang diskusi di era digital. Pada perkembangannya, obrolan dan diskusi di Twitter itu berkembang menjadi opini publik. Di era perkembangan teknologi yang begitu cepat ditambah dengan kekuatan jejeraing sosial, opini publik bisa dengan mudah diamati melalui media sosial. Sederhananya, opini publik yang berkembang di masyarakat bisa dilihat dengan mudah lewat komentar atau status berupa tanggapan terhadap suatu fenomena.

Opini publik terbentuk setelah pesan dari komunikator dalam hal ini media massa online sampai kepada khalayak. Pesan inilah yang kemudian memancing diskusi antar khalayak di ruang maya bernama media sosial Twitter. Pada praktiknya diskusi di Twitter berkembang lewat fasilitas tagar. Berbagai pendapat baik positif maupun negatif berpadu dalam celotehan yang kemudian menjadi trending topic. Narasi dari trending topic inilah yang pada akhirnya menyiratkan opini publik terhadap peristiwa tertentu.

Berdasarkan serentetan kicauan warganet di Twitter tentang Reynhard Sinaga dapat disimpulkan mereka lebih banyak menyoroti pemberitaan di media massa online di Indonesia. Publik mulai cerdas dan kritis dalam mengamati sekaligus mengomentari perbedaan pemberitaan Reynhard Sinaga di media massa Inggris dan media massa Indonesia.

Cara media massa Inggris dan Indonesia dalam memberitakan kasus Reynhard Sinaga memberikan gambaran perbedaan yang sangat kentara. Jika dicermati hampir tidak ada informasi murahan tentang kasus tersebut kecuali memuat efek traumatis korban dengan menonjolkan sisi kebiadaban pelaku.

Media massa Inggris memang terlihat masih menggunakan formula clickbait dalam judul pemmberitaannya. Seperti The Guardian yang menjuluki Reynhard Sinaga sebagai Peter Pan, tokoh animasi anak-anak yang tidak tumbuh dewasa.
Kata Peter Pan dipakai untuk menyebut Reynhard Sinaga yang terlihat dibandingkan usianya. Sementara Manchester Evening News dengan tegas menyebut kasus pemerkosaan yang dilakukan Reynhard Sinaga paling mengerikan di Inggris. Diksi yang dipakai dalam kedua judul berita tersebut menunjukkan kesan berlebihan. Bahkan Manchester Evening News menggambarkan Reynhard Sinaga sebagai seorang psikopat.

Kendati demikian, media massa online di Inggris hanya berfokus memberitakan kejahatan Reynhard Sinaga dalam kasus pemerkosaan. Mereka tidak membahas latar belakang Reynhard Sinaga yang merupakan seorang imigran. Tidak seperti sejumlah media massa di Indonesia seperti Okezone.com, Tribunnews.com, Detik.com, Sindonews.com, dan Kompas.com yang juga ikut mengulas hal lain di luar konteks kasus pemerkosaan dengan terdakwa Reynhard Sinaga.

Sementara media massa online Indonesia lebih suka mengulas hal-hal di luar kejahatan, tetapi masih berhubungan dengan sosok Reynhard Sinaga. Hal itulah yang kemudian menjadi sumber kritik dan berkembang menjadi opini publik jika gaya pemberitaan media massa Inggris lebih elegan ketimbang media massa online di Indonesia. Mengapa demikian?

Sayangnya, pertanyaan itu tidak terjawab yang pada akhirnya membuat warganet berkesimpulan bahwa wartawan Indonesia tidak punya pengetahuan yang cukup. Dalam hal ini komentar tersebut bisa dimaklumi lantaran tidak semua netizen paham praktik bisnis media massa di Indonesia dan benturannya dengan prinsip etika jurnalistik.

Etika Problem Pelik Jurnalistik


Tidak dapat dimungkiri etika jurnalisme di era digital menjadi problem yang cukup pelik. Persoalan itu mengemuka akibat perkembangan teknologi komunikasi yang semakin pesat. Dunia jurnalistik kini memasuki era baru. Di ranah jurnalisme, Internet melahirkan jurnalisme online dan menawarkan saluran informasi baru berupa media massa online.

Kehadiran jurnalisme online telah merevolusi pemberitaan, yakni kecepatan menjadi faktor utama. Kini, berita bukan lagi peristiwa yang telah terjadi, tetapi peristiwa yaang sedang berlangsung. Jurnalisme online yang disiarkan melalui internet menyajikan berita yang memungkinkan pengguna memperbarui berita dan informasi secara cepat dan saling berhubungan. Oleh sebab itu, orang melihat Internet sebagai media yang cepat ketimbang detil dalam menyajikan informasi, (Widodo, 2010).

Problem jurnalisme online bukan hanya soal kecepatan, tapi juga tingkat kemenarikan berita yang disajikan ke publik. Sepenting apapun isi suatu berita, jika judulnya kurang memikat biasanya akan diabaikan begitu saja oleh pembaca. Hal ini terjadi lantaran tipe pembaca media online yang biasanya hanya melihat sesuatu secara selintas. Jadi, judul memikat menjadi hal mutlak yang harus dipikirkan jurnalis media online. Salah satu cara yang paling banyak dilakukan jurnalis media online untuk menarik perhatian pembaca adalah menulis judul bombastis dengan formula clickbait alias umpan klik.

Ankesh Anand (2016) dari Indian Institute of Technology dalam tulisannya bertajuk We Used Neural Networks to Detect Clickbaits: You Won't Believe What Happened Next menjelaskan clickbait merupakan judul berita yang dibuat untuk menggoda pembaca. Biasanya judul dibuat dengan bahasa provokatif yang menarik perhatian.

Clickbait tengah menjadi fenomena yang menjamur di dunia digital, khususnya media online. Tujuannya hanya untuk menarik pembaca mengunjungi situs web guna mendulang page view alias jumlah klik berita. Judul clickbait memantik konsekuensi emosional. Pembaca biasanya mengeklik artikel lantaran ingin memuaskan sisi emosional. 

Kehebohan judul berita online tersebut biasanya memancing komentar bahkan hingga memicu perdebatan di kalangan pembaca. Berbagai kata yang mengusik sisi emosional manusia dipakai dalam formula clickbait demi menarik pembaca. Dengan demikian, berita online seperti boleh dibuat taanpa mengindahkan prinsip-prinsip dan kode etik jurnalistik.

Semua hal seolah boleh dilakukan dengan dasar menarik pembaca dan meningkatkaan performa situs. Alhasil, sebagian besar judul berita di media online menerapkan pola clickbait. Jika perlu, judul berita dibuat seru bahkan menggunakan kata saru demi menjaring pembaca. Berita sensasional semacam ini menjadi pertanda rendahnya standar etika jurnalisme di kalangan jurnalis media online.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan, menilai, fenomena clickbait tidak bisa dihindari di era persaingan media digital yang sangat ketat seperti saat ini. Sebab, pemilik media tentu berkepentingan mempertahankan bisnisnya untuk meraih pendapatan dari kue iklan. Meski demikian, menurutnya media online tetap harus bertanggung jawab menjaga marwah jurnalisme, kode etik, dan aturan-aturan yang berlaku.

Bagi sejumlah media massa online termasuk di Indonesia, clickbait merupakan cara memperpanjang napas bisnis. Tapi, itu bukanlah cara yang dianjurkan. Namun hal itu bukanlah cara yang dianjurkan lantaran media online sebenarnya bisa melakukan improvisasi konten dengan hal-hal baru, bukan sekadar mengandalkan judul penuh sensasi untuk mengundang klik padahal beritanya tak bermutu.

Adapun yang dimaksud dengan konten tak bermutu adalah berita yang mengandung unsur sensasi, seksual, erotisme, atau hal-hal yang menuai kontroversi. Pasalnya, clickbait berpotensi membuat media online tidak menjalankan fungsi jurnalismenya secara benar, tanpa verifikasi, pembohongan publik, dan tidak mendidik masyarakat.

Ironisnya meski sadar ditipu mentah-mentah dengan judul clickbait, kebanyakan orang masih saja mau membaca berita tersebut. Sampai kapan mau terus terbuai dengan tipuan semacam itu?

Minggu, 16 Juni 2019

Review Foundation Murah Asli Indonesia, Super Worth It!


Setiap wanita tentu ingin tampil cantik dan menarik. Salah satu cara mewujudkannya adalah dengan berdandan. Kini, semakin banyak dijumpai wanita yang gemar berdandan. Mulai dari perempuan remaja hingga dewasa sepertinya sangat akrab dengan kosmetik.
Ada berbagai merek kosmetik yang dijual bebas di Indonesia. Ada yang mahal dan murah. Semua produk tersebut menjanjikan si pemakai menjadi cantik. Tapi, masih banyak orang yang ragu dengan kualitas produk kosmetik murah buatan dalam negeri.
Nah, kali ini saya akan mengulas tiga alas bedak berharga terjangkau dari kosmetik dalam negeri yang sering dipandang sebelah mata. Ketignya pernah saya pakai dan hasilnya cukup memuaskan. Selamat membaca, ladies.... 
Viva
Alas bedak dari Viva mungkin berharga paling murah yang pernah saya coba. Di pasaran, produk ini dijual sekitar Rp6.000-an. Teksturnya sangat cair, cocok untuk yang ingin tampil natural. Tapi, saat dipakai terlalu tebal dan dilapisi bedak hasilnya kurang bagus. Jika terkena keringat maka bedak dan alas bedak yang dipakai bakal berkumpul di satu titik. Jadi, alas bedak ini agak tidak cocok dipakai bagi yang punya kulit wajah berminyak.

Sariayu
Alas bedak cair dari Sariayu adalah kosmetik favorit saya. Teksturnya lebih kental dari alas bedak Viva, tapi tetap ringan dipakai. Alas bedak ini sangat cocok dipakai bagi si pemilik wajah bermminyak seperti saya. Tidak perlu terlalu tebal, karena justru akan membuat wajah seperti memakai topeng. 

Harga alas bedak Sariayu juga sangat terjangkau, sekitar Rp10.000-an. Meski harganya murah, alas bedak ini cukup tahan lama.daya tahannya bisa sampai 12 jam jika wajah tidak terkena air. Kalau kena air wudu alas bedaknya bakal luntur, tapi tidak membuat wajah belang. Alas bedak ini cocok untuk pemakaian sehari-hari.
Purbasari  
Alas bedak purbasari juga bisa diandalkan untuk pemakaian sehari-hari. Kosmetik seharga Rp8.000-an ini juga bisa dipakai merias wajah saat ingin tampil heboh ke pesta. Teksturnya lebih creamy seperti foundation mahal. Tapi hasilnya sangaat natural saat dipoleskan ke wajah. Alas bedak ini lebih baik diaplikasikan dengan spons karena teksturnya yang agak lebih kental dibanding kedua merek di atas. Hasilnya cukup memuaskan dan layak dicoba. 

Ketiga kosmetik itu pernah saya coba. Sampai sekarang saya masih memakai alas bedak Sariayu dan Purbasari. Menurut saya, kosmetik tersebut lebih ringan, sehingga tidak membuat wajah seperti memakai topeng. Kosmetik itu saya pakai sejak saya belajar dandan.
Jadi, menurut saya kosmetik pertama yang dipakai saat belajar dandan sangat menentukan sensitivitas kulit. Kalau terbiasa memakai kosmetik yang ringan tentu akan lebih aman. Selamat mencoba, ladies.

Rabu, 27 Agustus 2014

Mahasiswa Tak Sekedar Status



Masa transisi dari status siswa menjadi mahasiswa, adalah masa yang membuat pemikiran para mahasiswa baru dipenuhi rasa ingin tahu yang besar. Tak sedikit pertanyaan timbul dalam benak mereka mengenai bangku perkuliahan ini. Karena pada saat duduk di perguruan tinggi banyak hal yang berbeda dari jenjang pendidikan yang telah ditempuh selama ini.
Tak sama seperti saat SD, SMP, dan SMA, ketika kuliah kita akan mendapat pelajaran yang lebih akan tanggung jawab, kepedulian, dan pelajaran tentang menyelesaikan masalah. Semua pelajaran itu hanya bisa kita dapatkan jika kita mengalaminya dan mau belajar dari kejadian tersebut.
Sayangnya, hanya sedikit mahasiswa yang mampu memaknai kampus sebagai tempat melatih diri untuk berpikir dan bekerja dalam basis keilmuan. Serta yang mampu memilih dan memaknai hubungan antar teman dengan tidak biasa-biasa saja, bergaul di masyarakat, serta berkontribusi bagi kebaikan dirinya dan orang lain pun sedikit jumlahnya.
Hal ini terjadi karena banyak diantara kita yang kuliah untuk prestise, menjadikan kampus sebagai ajang show jauh dari nusansa akademis. Kampus bukan catwalk tempat para model berlenggak-lenggok. Di sini tempat tempat orang-orang yang ingin mengilmui ilmunya. Kampus bukan mall tempat anak muda nongkrong. Di sini tempat para dosen mendidik bukan sekedar mengajar apalagi mengumpulkan “recehan” lewat berbagai proyek dan mengabaikan mahasiswa.
Status sebagai mahasiswa memang membanggakan. Karena, menurut sebagian besar masyarakat mahasiswa adalah sosok yang serba bisa, selalu update dengan persoalan yang muncul di masyarakat, serta merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki tingkat intelektualitas tinggi. Di mana budaya ilmiah telah mendarah daging di kehidupannya. Bahkan status agent of change yang disandangkan pun menjadikannya lebih terpandang dibandingkan dengan pemuda yang tidak bergelut dengan bangku perkuliahan.
Di manapun kita kuliah, entah di kampus terbaik maupun yang biasa, status kita tetaplah mahasiswa. Namun, yang perlu dipahami adalah mahasiswa bukan hanya sekedar status bagi orang yang duduk di bangku perkuliahan. Secara mendalam, status mahasiswa adalah sebuah tanggung jawab besar. Bagi sebagian orang status mahasiswa mungkin merubah kehidupannya. Status mahasiswa mentansformasikan cara pandang seseorang terhadap masalah menjadi lebih matang. Selain itu, kata sederhana ini mendorong seseorang untuk kritis terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Karena itulah, mahasiswa adalah pemeran utama dalam revolusi yang akan merubah bangsa ini.
Status mahasiswa yang kita sandang tidaklah ringan. Karena yang kita bawa adalah harapan dari seluruh rakyat Indonesia. Tentu tidaklah mudah mewujudkan semua harapan tersebut. Namun satu hal yang pasti bisa kita lakukan adalah belajar. Karena belajar adalah suatu awal tanpa akhir. Kita akan terus belajar untuk mendapatkan apapun yang kita inginkan. Belajar dalam konteks ini tidak lantas diartikan dalam makna yang sempit sebagai seorang mahasiswa tipe study oriented. Belajar memiliki makna yang luas karena dalam kehiduupan sehari-hari pun kita senantiasa belajar dengan atau tanpa kita sadari.
Berbagai pandangan mulia tentang mahasiswa tidak semuanya benar. Lihat saja di berbagai kampus baik negeri maupun swasta, masih banyak mahasiswa yang bersantai ria menikmati suasana. Mondar-mandir di kampus untuk jual tampang, dan sudah merasa cukup dengan menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang), serta tidak peka terhadap lingkungan. Wabah keadaan ini datang dalam berbagai bentuk baik rasa malas, pengaruh dunia luar maupun sejuta alasan bodoh lainnya. Karena itu jangan sampai kita terjangkiti wabah mahasiswa “kopong” ini, yang terlihat baik secara fisik tapi kosong isinya.
Status mahasiswa bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda. Jadi, bukan saatnya lagi mengeluh: Aku bodoh karena ngga bisa masuk kampus X. Aku bodoh karena hanya bisa kuliah di sini. Mulailah melebarkan sayap dan mewujudkan cita-cita yang nyata. Karena tak semua insan muda berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang ini. Hal ini semestinya menjadikan mahasiswa bersemangat dan lebih aktif di kampus serta lingkungan sosial lainnya. Agar mahasiswa dapat menjadi insan yang kritis namun tetap humanis yang seyogyanya dapat menjadi penyambung lidah antara masyarakat dan pemerintah.

Selasa, 15 Juli 2014

Syukur



Syukur, kerap kali kita mendengar bahkan mengucapkan kata ini, namun tahukah kita apa makna syukur sebenarnya?
Syukur adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai rasa terima kasih kepada Allah, dan untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya). Pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan penngertiannya menurut asal kata (etimologi) maupun menurut penggunaan Al Qur’an atau istilah keagamaan.
Dalam Al Qur’an, kata syukur dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut, yaitu:
1.      Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun. Karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan asykar min barwaqah (lebih bersyukur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur walau dengan awan mendung tanpa hujan.
2.      Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat.
3.      Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).
4.      Pernikahan, atau alat kelamin.

Agaknya kedua makna yang terakhir ini dapat dikembalikan dasar pengertiannya pada kedua makna terdahulu. Makna ketiga sejalan dengan makna pertama yang menggambarkan  kepuasan dengan yang sedikit sekalipun. Sedang makna keempat sejalan dengan makna kedua, karena dengan pernikahan (alat kelamin) dapat melahirkan banyak anak.
Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata syukur mengisyaratkan “Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh yang banyak, lebat dan subur.”
Ar-Raghib al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa Al Qur’an menulis dalam al-Mufradat fi Gharib Al Qur’an, bahwa kata syukur mengandung arti gambaran dalam benak tentang nikmat  dan menampakkannya ke permukaan. Menurut beberapa ulama lain, kata syukur berasal dari kata syakara yang berarti membuka, sehingga ia merupakan lawan dari kata kafara (kufur) yang berarti menutup, (salah satu artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.
Makna yang dikemukakan para pakar di atas dapat diperkuat dengan beberapa ayat Al Qur’an yang  menghadapkan kata syukur dengan kata kufur,  antara lain dalam surat Ibrahim ayat 7:
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukkmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya adzab-Ku amat pedih.”
Demikian juga  dengan redaksi  pengakuan Nabi Sulaiman yang diabadikan Al Qur’an dalam surat An-Naml ayat 40:
هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ
“Ini adalah sebagian anugerah  Tuhan-Ku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur.”
 
Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat, dan hakikat kufur adalah menyembunyikannya. Menaampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lisan.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ                               
“Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya.” (QS Adh-Dhuha: 11)
Nabi Muhammad SAW pun bersabda:
ان الله يحب ان يرى اثر نعمته على عبده (رواه الترميذ)
“Allah senang melihat bukti nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya.” HR.Tirmidzi
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditunjukkan kepada Allah SWT. Al Qur’an memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula  kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152)
Dalam surat Luqman ayat 12 dinyatakan:
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
“Dan sesugguhnya Kami telah menganugerahkan kepada Luqman hikmah, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.”

Namun demikian, walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah alhamdulillah, namun ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al Qur’an secara tegas memerintahkan agar mensyukuri Allah dan mensykuri kedua orang tua (yang menjadi perantara kehadiran kita di dunia ini). Dalam QS Luqman ayat 14 dijelaskan:
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Al Qur’an secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bbersyukur, sedang Allah sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikitpun dari syukur makhluk-Nya. 
Karena itu pula, manusia yang meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat terpuji, adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau ucapan terima kasih.
Al Qur’an melukiskan bagaimaana satu keluarga menurut riwayat Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fatimah putri Rasulullah memberikan makanan yang rencananya menjadi makanan berbuka puasa mereka kepada tiga orang yang membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
“Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah untuk mengharap keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima kasih).” (QS. Al-Insan: 9)
Syukur mencakup tiga hal, yaitu:
1.        Syukur dengan hati
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah, syukur dengan hati mengantarkan manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa  besar kemurahan dan kasih sayang Allah sehingga terlontar dari lisannya pujian kepada Allah.
2.        Syukur dengan lisan, yaitu mengakui anugerah dan memuji pemberian Allah.
Syukur dengan lisan adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Al Qur’an seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan kepada Allah dengan redaksi alhamdulillah.
Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apapun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain. Kata al pada alhamdulillah oleh pakar bahasa disebut al lil-iistighraq, yakni mengandung  arti keseluruhan. Sehingga kata alhamdu yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
Jika kita mengembalikan segala kepada Allah, maka itu berarti pada saat kita memeuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah.
Di sisi lain kalau pada lahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai kurang baik, maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian.
3.        Syukur dengan perbuatan
Nabi Daud as beserta putranya Nabi Sulaiman as memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan:
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا
“Bekerjalah  wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur!” (QS Saba’: 13)
Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya. Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut  penerimaannya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah.
Pada hakikatnya manusia tidak mampu untuk mensyukuri Allah secara sempurna, baik dalam bentuk kalimat-kalimat pujian, apalagi dalam bentuk perbuatan. Karena itu ditemukan dua ayat dalam Al Qur’an yang menunjukkan betapa orang-orang yang dekat kepada-Nya  sekalipun, tetap bermohon agar dibimbing, diilhami, dan diberi kemampuan untuk dapat mensyukuri nikmat-Nya.
وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ
“Dia berdoa, wahai Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai...” (QS An Naml: 19)

وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ

“Dia berdoa, wahai Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai...” (QS Al Ahqaf: 15)
Nabi SAW juga berdoa dan mengajarkan doa itu untuk dipanjatkan oleh umatnya,
اللّهمّ اعنّى على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
“Wahai Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur untuk-Mu, dan beribadah dengan baik bagi-Mu.”
Permohonan tersebut sangat diperlukan, paling tidak disebabkan oleh dua hal. Pertama, manusia tidak mengetahui bagaimana cara terbaik untuk memuji Allah. Karena itu Allah mewahyukan kepada manusia untuk mengucapkan alhamdulillah sebagai tanda syukur kepada-Nya. Kedua, karena setan selalu menggoda manusia agar mereka lalai bersyukur kepada Allah. Sedikitnya makhluk Allah yang pandai bersyukur ditegaskan berkali-kali oleh Al Qur’an, seperti pada surat Al Baqarah ayat 243:
إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ
“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”
Dalam ayat lain disebutkan:
وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13)
Pada dasarnya segala nikmat yang diperoleh manusia harus disyukurinya. Nikmat diartikan oleh sementara ulama sebagai segala sesuatu yang berlebih dari modal kita. Adakah manusia memiliki sesuatu sebagai modal? Jawabannya, tidak. Bukankah hidupnya sendiri adalah anugerah dari Allah?

Syukur dilakukan kapan dan di mana saja di dunia dan akhirat. Dalam konteks syukur dalam kehidupan dunia ini, Al Qur’an menegaskan bahwa Allah menjadikan pergantian siang dan malam agar manusia menggunakan waktu tersebut untuk  merenung dan bersyukur. Segala aktivitas manusia siang dan malam hendaknya merupakan manifestasi  dari rasa syukurnya.

Demikianlah sekelumit uraian Al Qur’an tentang syukur. Kalaulah kita tidak mampu untuk masuk dalam kelompok minoritas orang-orang yang pandai bersyukur (atau dalam istilah Al Qur’an asy-syakirun, yakni orang-orang yang telah mendarah daging dalam dirinya hakikat syukur dalam ketiga sisinya; hati, lisan, dan perbuatan), maka paling tidak kita tetap harus berusaha sekuat tenaga untuk menjadi orang yang melakukan syukur seberapapun kecilnya. Sebuah kaidah keagamaan berbunyi
مالايدرك كله لايترك كله
“Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, jangan ditinggalkan sama sekali.”